Pembagian harta warisanAjaib.co.id – Tak dipungkiri bahwa uang bisa menjadi sesuatu yang sensitif bagi siapa saja. Salah satu yang sering menyita perhatian adalah permasalah soal warisan. Seringkali kita mendengar kasus anak yang menggugat orang tuanya sendiri terkait pembagian wasiat.

Sudah selayaknya harta warisan tersebut dibagikan secara tepat dan dilakukan sesuai hukum yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan adanya sengketa diantara anggota keluarga di waktu yang akan datang.

Tentunya menghitung pembagian harta warisan bisa memakai berbagai metode. Apalagi ada banyak ahli waris yang berhak atas hal tersebut. Misalnya ketika pewaris tidak meninggalkan anak atau meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah.

Ada cara menghitung tersendiri untuk pembagian dua orang saudara. Mungkin juga yang sudah punya cucu. Tentu ada perhitungan untuk anak perempuan cucu baik anak laki laki saudara ataupun perempuan. Semuanya memiliki cara yang berbeda-beda.

Pengertian Warisan
Ada baiknya sebelum kamu membagikan harta milikmu ke anak-anak kelak, kamu beserta anggota keluarga memahami dulu definisi dari warisan. Secara sederhana bisa diartikan sebagai harta peninggalan seseorang yang diberikan kepada ahli waris atau anggota keluarga jika pemiliknya telah meninggal dunia.

Warisan ini bisa berupa harta bergerak atau tidak bergerak, misalnya tanah, bangunan, perhiasan, kendaraan, dan lainnya. Umumnya, ahli waris yang ditunjuk merupakan anak dari pemilik harta tersebut.

Pembagian hartanya sendiri bisa dilakukan dengan cara kekeluargaan. Namun, untuk menghindari persengketaan, memilih jalur hukum adalah yang terbaik. Di Indonesia sendiri sudah ada hukum yang mengatur soal pembagian wasiat atau harta peninggalan. Setidaknya ada tiga cara yang bisa dilakukan, yaitu:

· Secara adat

· Secara agama

· Hukum waris perdata

Pembagian Harta Warisan Secara Adat
Pembagian harta warisan menurut adat pastinya tidak sama satu dengan lainnya. Akan tetapi secara umum ada 2 macam ketentuan adat yang seringkali dipakai dalam pembagian warisan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya.

1. Adat Patrilineal
Dalam adat ini, anak laki-laki di dalam anggota keluarga yang paling berhak mendapatkan peninggalan harta orang tuanya. Karena yang diutamakan anak laki-laki, maka porsinya lebih besar daripada saudara perempuannya.

Jika satu anggota keluarga hanya memiliki anak laki-laki, harta peninggalan tersebut akan dibagikan secara merata.

2. Adat Matrilineal
Kebalikannya dari adat patrilineal. Adat matrilineal merupakan sistem pembagian harta peninggalan seseorang yang lebih mengutamakan ahli waris anak perempuan. Jika dalam anggota keluarga hanya memiliki satu-satunya anak perempuan, maka dia lah yang mendapat porsi lebih besar.

Mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, maka cara pembagian warisan menurut agama disisi berdasarkan hukum Islam. Di Islam pembagian harta peninggalan seseorang punya ketentuan yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Dalam undang-undang tersebut, ahli waris yang memiliki kuasa atas harta peninggalan seseorang punya kewajiban melaporkan pajak warisan. Pelaporan pajak harta warisan tersebut harus dilakukan setiap tahun yang diterima dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT).

Selain itu, berdasarkan KUHPerdata (Pasal 852), disebutkan siapa-siapa saja yang berhak jadi ahli waris yakni:

1. Seseorang yang punya hubungan darah dengan pewaris (anak beserta keturunannya, orang tua kandung, saudara kandung, dll).

2. Memiliki hubungan perkawinan dengan pihak pewaris (suami atau istri pewaris).

Sementara mereka yang kehilangan hak atas pembagian harta peninggalan disebabkan oleh:

a. Dinyatakan bersalah oleh hakim dan dihukum karena telah melakukan pembunuhan atau penganiayaan berat terhadap pewaris. (Pasal 838 ayat 1 KUHPerdata)

b. Orang yang dengan sengaja mencegah pewaris membuat atau mencabut wasiatnya menggunakan kekerasan. (Pasal 838 ayat 3 KUHPerdata)

c. Orang yang menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris. (Pasal 838 ayat 4 KUHPerdata)

d. Dinyatakan bersalah oleh hakim dan dihukum atas tindakan memfitnah dan menuduh pewaris melakukan kejahatan. (Pasal 838 ayat 2 KUHPerdata)

Bagi orang tua, memberikan harta warisan kepada anak-anak sudah menjadi suatu kewajiban. Terkecuali anak angkat karena ia tidak punya hubungan darah dengan pewaris. Anak tersebut sebenarnya punya hak untuk mendapatkan harta itu, namun diberikan pada saat orang tua angkatnya masih hidup.

Sementara menurut hukum waris Islam, anak laki-laki menerima bagian lebih besar daripada anak perempuan. Ketentuan ini disebutkan pada pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang bunyinya:

“Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan”.

Memang sekilas pasal di atas sangat merugikan pihak wanita karena di sisi lain anak laki-laki dapat porsi 2 kali lipat. Namun, jika mengacu pada tujuan awal hukum waris tersebut yang adalah keadilan, maka kita harusnya bisa mengerti alasannya.

Kenapa harta waris yang diterima anak laki-laki lebih besar? Karena tujuannya agar harta peninggalan tersebut dapat digunakan sebaik-baiknya ketika sudah berkeluarga nanti. Anak laki-laki punya tanggung jawab terhadap anak dan istrinya sehingga dari harta waris itu dapat digunakannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pembagian Secara Hukum Perdata
Pembagian warisan menurut hukum perdata secara garis besarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan keluarga inti dan garis keturunan.

1. Keluarga Inti
Keluarga inti dari orang meninggalkan warisan disini adalah suami atau istri dan anak-anak yang ditinggal mati orang tersebut. Mereka berhak menerima setengah bagian dari nilai keseluruhan harta yang ditinggalkan.

Duda atau janda yang ditinggalkan berhak menerima seperempat bagian dari total nilai harta warisan. Sedangkan, anak-anak pewaris mendapat seperempatnya.

2. Garis Keturunan
Pihak yang dimaksud adalah ayah, ibu, dan saudara kandung dari orang yang meninggal tersebut. Mereka mendapatkan setengah dari total harta peninggalan dan setiap anggota keluarga sedarah punya ketentuan yang berbeda sesuai kesepakatan bersama.

Harta pembagian warisan baru bisa dicairkan dengan syarat pewaris sudah tidak memiliki hutang. Jika masih meninggalkan hutang, maka ahli waris wajib melunasinya lebih dulu.

Dapatkan Profit Lebih Tinggi

dengan investasi saham & reksa dana

Tanpa minimal investasi, bebas tarik uang kapanpun. Dipercaya 1 juta++ pengguna

Investasi Sekarang