Meski termasuk usia produktif, gejala omicron pada remaja bisa membutuhkan penanganan serius. Meski varian di gelombang ketiga ini termasuk yang memiliki gejala lebih ringan dari varian Delta.

Varian Omicron telah memasuki Indonesia sejak akhir 2021, namun saat itu masih sebagian kecil area yang melaporkan kasus, terutama ibukota Jakarta. Memasuki Januari 2022, kondisi ini mulai merambah ke daerah lainnya di Pulau Jawa dan pulau lainnya. Kasus ini dengan cepat melonjak karena berdekatan dengan musim bepergian dan kecepatan penularannya yang tinggi.

Meski pada dasarnya tak banyak perbedaan gejala Omicron di antara generasi usia, namun tiap individu bisa mengalami 1-3 gejala yang tidak mirip. Misalnya sebagian hanya merasakan flu, dan sebagian lainnya lebih ke masuk angin dan demam. Namun pada kategori tertentu yang lebih rentan, bisa mengalami simptom lebih banyak dan lama durasi pemulihannya. Berikut ini adalah gejala omicron pada remaja:

Gejala Omicron pada remaja mayoritas adalah sakit tenggorokan
[Sumber gambar]Gejala yang mudah kita temui pada penderita di usia remaja adalah sakit tenggorokan. Tanda awal adalah tenggorokan yang terasa gatal, kemudian hal ini berkembang menjadi radang tenggorokan. Melansir dari beberapa sumber, sakit tenggorokan ini banyak muncul pada mereka yang memiliki gejala ringan. Gejala ikutan yang mungkin muncul setelahnya adalah batuk dan demam yang normal saat ada peradangan.

Batuk yang membandel
Sebagaimana kita bahas di simptom sebelumnya, gejala ikutan yang muncul adalah batuk. Hampir di seluruh varian Covid-19, gejala ini mendominasi dan berlangsung cukup lama. Batuk yang membandel ialah akibat dari adanya infeksi virus di saluran pernafasan atas.

Bagi mereka yang memiliki penyakit bawaan seperti bronchitis dan asma, kemungkinan bisa mengalami sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen. Akan tetapi hanya sebagian kecil yang mengalami kondisi sangat berat. Oleh karena itu, bila sampai terjadi sesak nafas, selalu pantau saturasi oksigen secara berkala dan melapor kepada fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan arahan penanganannya.

Gejala Omicron pada remaja yang masih seputar flu
Selain batuk dan radang tenggorokan, gejala yang rentan menyerang adalah flu. Di antaranya adalah hidung berair, hidung tersumbat, dan beberapa penderitanya bisa mengalami peradangan sinus. Bila mengalami gejala ini, kita cenderung ingin menganggapnya sebagai flu biasa. Tapi, di masa Covid-19 ini, menjadi hal yang bijaksana bila merasakan gejala mirip Covid-19 dan setidaknya langsung menggunakan masker serta isolasi diri sebagai tindakan preventif.

Nyeri pada persendian
Gejala lain yang timbul dan menyebabkan virus Omicron terkesan seperti ‘flu biasa’ adalah nyeri otot. Hal ini memang lumrah terjadi pada penyakit di mana imunitas kita berusaha melawan virus. Pada umumnya, kondisi ini akan berkurang dalam beberapa waktu. Pada beberapa orang, gejala yang dirasakan bahkan hanya demam dan nyeri sendi, tanpa flu.

Kondisi bisa lebih berat pada yang memiliki komorbid
[Sumber gambar]Tidak semua remaja memiliki kondisi yang prima. Ada yang memiliki penyakit bawaan, ada juga yang berkebutuhan khusus. Pada beberapa orang dengan situasi seperti ini. bisa jadi termasuk sebagai golongan rentan yang penyembuhannya akan lebih lama.

Namun, sekali lagi, Omicron merupakan keluarga virus Corona yang memiliki karakter unik. Di mana beberapa orang bisa mengalami perbedaan gejala dan durasi penyembuhan. Ada yang bisa sembuh jauh lebih lama atau memiliki tingkat keparahan lebih berat. Ada yang sempat mengalami penurunan saturasi oksigen hingga penanganan lebih serius di rumah sakit.

Cara untuk mengantisipasi bila belum terpapar adalah selalu menggunakan masker dan melakukan protokol kesehatan ketat, terutama bagi remaja yang masuk dalam golongan bermobilitas rutin (sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, komunitas dan lainnya). Termasuk dengan menghindari kerumunan atau interaksi yang berisiko ada paparan.

Cara mengatasi gejala bila terpapar
Meski banyak orang yang telah sembuh dan mengatakan gejalanya sama seperti flu pada umumnya, tapi kondisi tiap individu bisa berbeda. Apabila kondisi ini terjadi pada kita, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Di antaranya adalah:

* melakukan antigen atau swab dengan skala prioritas yang kita pertimbangkan sendiri (ada kontak erat dengan keluarga, teman atau rekan yang terpapar. Maka informasikan pada mereka untuk melakukan self-checking juga).
* lakukan isolasi mandiri atau mengunjungi isolasi terpadu bila tempat tinggal tidak kondusif dan berpotensi menularkan lebih banyak.
* konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosa dan resep obat dengan dosis yang tepat.
* Menggunakan parasetamol untuk meredakan sakit kepala, demam atau nyeri otot sesuai dengan anjuran dari dokter.
* mengonsumsi asupan yang bernutrisi, bisa dalam bentuk makanan alami maupun vitamin dan suplemen
* minum cukup air putih atau lebih banyak. Karena kondisi sakit ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan ion tubuh dan dehidrasi.
* Lebih banyak mengonsumsi makanan dan minuman hangat serta mengandung kadar cairan.
* Menghindari makanan atau minuman yang malah memicu peradangan seperti pedas, asam, terlalu manis.
* Memantau suhu tubuh secara berkala bila mengalami demam.
* Tidak panik atau overthinking. Sebaliknya, dalam masa penyembuhan arahkan pada hal-hal yang lebih menyenangkan. Misalnya menonton film atau mendengar lagu kesukaan, mendapat cukup sinar matahari, mencukupkan istirahat.

Bila kondisi sudah lebih membaik, ikuti anjuran untuk melakukan swab ulang atau lakukan isolasi mandiri hingga genap 14 hari untuk menghindari risiko penularan pada orang lainnya.

Swab test masih menjadi salah satu kunci mencegah penyebaran lebih lanjut. Bila merasakan gejala, segera berinisiatif memakai masker dan isolasi mandiri (hindari sementara kontak dengan orang terdekat bila memungkinkan).

Jadwalkan swab PCR atau lakukan antigen untuk memastikan kondisi kita. GSI Lab sebagai salah satu pilar penyedia layanan swab di Jabodetabek dan Bali, mengakomodir kebutuhan swab test dengan harga mengikuti pedoman pemerintah.

BACA JUGA: Kenali 5 Gejala Covid Omicron pada Anak dan Batuk Croup

Selain itu, bila kita tergolong kurang mampu, bisa memanfaatkan fasilitas swab gratis yang bisa kita ikuti syarat dan ketentuannya di sini. Sedangkan bagi kita yang memiliki kemampuan lebih dan ingin berdonasi langsung, dapat berkontribusi di program kebaikan GSI Lab, klik di sini untuk lebih lanjut.

Remaja biasanya memiliki daya tahan yang lebih prima. Namun, perlu kita ingat bahwa kita berdampingan dengan orang lain yang mungkin lebih rentan. Bisa jadi mereka adalah orang tua dan lansia, atau bahkan sesama remaja tapi dengan imunitas lebih rendah.

Tidak egois dengan tetap sama-sama saling menjaga dan waspada terhadap paparan Covid-19, bisa mencegah penularan yang lebih luas. Tetap gunakan masker dan lakukan protokol kesehatan yang tepat.