ilustrasi tayamum. raiyanfoundation.com Merdeka.com – Wudhu merupakan cara mensucikan diri dan ibadah sederhana sebelum memulai sholat. Serta menjadi salah satu syarat sah sholat dan ibadah lain. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, umat Islam dimudahkan bisa digantikannya wudhu dengan tayamum.

Tayamum menjadi cara Allah SWT memberi kemudahan, hal ini pun tertuang dalam kitab suci AlQuran. Orang Islam boleh menggunakan debu sebagai cara bersuci atau tayamum, seperti saat sakit, perjalanan jauh, atau kondisi kekeringan tak ada air.

Sebagai umat Islam, tentu wajib mengetahui niat tayamum beserta urutan tata cara yang benar. Bukan sekedar mengambil debu begitu saja, atau hanya sebatas tahu gerakannya. Sehingga kita menunaikan ibadah sholat dengan tenang, meski tidak bisa berwudhu.

Berikut niat tayamum beserta tata cara yang benar, lengkap dengan doa dan syarat diperbolehkannya.

Dasar Hukum Tayamum
Dalil yang menyebutkan kemudahan bersuci dengan cara tayamum, disampaikan oleh Allah SWT dalam AlQuran surat an-Nisa’ ayat 43, yang artinya:

“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.”

Dari ayat di atas, setidaknya ada dua sebab dibolehkannya bertayamum, yakni sakit dan ketiadaan air. Baik saat bepergian, sepulang dari buang air, atau junub.

Dilansir dari NU online, ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa tayamum bukan hanya menggantikan wudhu. Tetapi juga mandi besar, hal ini berdasarkan penafsiran sebagian ulama yang memaknai ungkapan lamastumunnisa dengan berhubungan suami-istri.
Seperti yang ditunjukkan dalam riwayat Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Qatadah, Ubay ibn Ka’b, ‘Amar ibn Yasir, dan yang lain.

ilustrasi tayamum ©2020 Merdeka.com

Layaknya hendak melakukan sesuatu, ibadah pula harus dengan niat. Baik diucapkan langsung atau sekedar disampaikan dalam hati. Yang terpenting, khusyu’ di hati karena berserah pada Allah SWT. Berikut niat tayamum yang singkat dan mudah dihafal:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ للهِ تَعَالَى

NAWAITUT TAYAMMUMA LISSTIBAAHATISH SHALAATI FARDLOL LILLAAHI TA’AALAA.

Artinya: Aku berniat tayamum agar diperbolehkan sholat karena Allah ta’ala.

Tata Cara Tayamum yang Benar
ilustrasi Tayamum ©2020 Merdeka.com

1. Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih. Apabila Anda sedang dalam perjalanan, bisa dengan jendela yang bersih.

2. Ketika posisi Anda sedang sakit parah di kamar atau rumah sakit, pilih dinding berdebu yang sekiranya bersih dari kotoran cicak.

3. Kemudian menghadap kiblat, ucapkan basmalah. Letakkan kedua telapak tangan pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan.

4. Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah Anda, disertai membaca niat dalam hati. Salah satu bacaan niat tayamum : NAWAITUT TAYAMMUMA LISSTIBAAHATISH SHALAATI FARDLOL LILLAAHI TAAALAA.

Artinya: Aku niat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan shalat fardlu karena Allah taala.

5. Tayamum berbeda dengan wudhu. Tidak disyaratkan mengusap pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis maupun tebal. Terpenting meratakan debu pada seluruh bagian wajah.

7. Selanjutnya, letakkan lagi telapak tangan pada debu, sebaiknya di tempat yang berbeda dari tepukan dinding yang pertama tadi. Kali ini jari-jari direnggangkan, jika ada cincin pada jari dilepas dulu sementara.

8. Kemudian usap telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan ke arah bagian dalam lengan hingga siku. Lalu, balikkan telapak tangan kiri tersebut ke bagian dalam lengan kanan, kemudian usapkan hingga ke bagian pergelangan.

9. Terakhir, usapkan bagian jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan. Selanjutnya lakukan hal yang sama pada tangan kiri.

10. Pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jari Anda.

Doa Tayamum
Layaknya selesai mengambil wudhu, setelah tayamum membaca doa yang sama, yakni:

Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloohu Wandahuu Laa. Syariika Lahu Wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhuuwa Rosuuluhuu, Alloohummaj’alnii Minat Tawwaabiina Waj’alnii Minal Mutathohhiriin.

Artinya: Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci (sholeh).

Doa Tayamum & Wudhu Lengkap

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Artinya: Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bersuci, dan jadikanlah aku sebagai hamba-hamba-Mu yang saleh. Mahasuci Engkau, ya Allah. Dengan kebaikan-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Dan dengan kebaikan-Mu, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.

Anda bisa menghafal dan menggunakan salah satu doa tayamum tersebut.

Hal Penting dalam Tayamum
ilustrasi debu, raiyanfoundation.com

Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat bertayamum.

1. Bersuci dengan tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu sholat.

2. Jika karena ketiadaan air, maka ketiadaan itu harus dibuktikan setelah melakukan pencarian. Dan pencarian itu dilakukan saat masuk waktu sholat.

3. Tayamum hanya boleh dilakukan sekali, saat kondisi terpaksa, untuk waktu sholat tersebut. Apabila sudah bisa menemukan air atau sudah sembuh, segera bersuci dengan wudhu lagi. Jika masih belum bisa menemukan air, berarti mengambil tayamum lagi.

4. Tanah yang digunakan harus bersih, lembut dan berdebu. Maksudnya bukan tanah basah, tidak tercampur dengan tepung, kapur, batu, tinja, dan kotoran lainnya.

5. Tayamum hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan menghilangkan najis. Artinya sebelum tayamum, najis di badan harus dihilangkan terlebih dahulu.

6. Satu kali tayamum untuk satu kali sholat fardhu.

7. Bersuci dengan tayamum memiliki empat rukun, yakni (1) niat dalam hati, (2) mengusap wajah, (3) mengusap kedua tangan, (4) tertib. Berbeda dengan wudhu yang memiliki enam rukun.

Syarat Dibolehkannya Tayamum
© Pixabay

Masih dari lansiran yang sama, lebih lanjut mengenai syarat atau sebab dibolehkannya tayamum telah dijelaskan para ulama fiqih. Di antaranya oleh Syekh Mushthafa al-Khin dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzahib al-Imam al-Syafi’i (Terbitan Darul Qalam, Cetakan IV, 1992, Jilid 1, hal. 94). Menurutnya, ada empat sebab dibolehkannya tayamum, sebagai berikut:

1. Tidak ada air

Tidak adanya air di sini, baik secara kasat mata maupun secara syara’. Maksudnya, secara kasat mata misal dalam perjalanan jauh dan benar-benar tidak ada air. Sementara secara syara’ karena air yang ada hanya cukup untuk kebutuhan minum saja.

2. Jauhnya air

Jika keberadaan air terlalu jauh, terlebih hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Maka diperbolehkan tayamum.

3. Sulitnya menggunakan air

Sulit menggunakan air di sini, baik secara kasat mata maupun secara syara’. Contoh secara kasat mata, tidak bisa menjangkau air karena ada musuh, ada binatang buas mengancam, karena dipenjara, dan seterusnya.

Sedangkan secara syara’, misal karena khawatir dengan kondisi sakitnya yang kian parah. Hal ini berdasarkan riwayat seorang sahabat yang meninggal setelah mandi, sedangkan kepalanya terluka. Kala itu, Rasulullah saw. bersabda,

“Padahal, cukuplah dia bertayamum, membalut lukanya dengan kain, lalu mengusap kain tersebut dan membasuh bagian tubuh lainnya.” (H.R. Abu Dawud)

Secara ringkas, syarat atau sebab dibolehkannya tayamum dikemukakan pula oleh Al-Ghazali dalam salah satu kitabnya:

مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لفقده بعد الطلب أو بمانع لَهُ عَنِ الْوُصُولِ إِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ حَابِسٍ أَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِهِ أَوْ لِعَطَشِ رَفِيقِهِ أَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ إِلَّا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ أَوْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ أَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنَ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعُضْوِ أَوْ شِدَّةَ الضنا فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيضَةِ

Artinya: Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu. (Al-Ghazali, Ihyâ ‘Ulumiddin, Terbitan Darut Taqwa lit-Turats, Jilid 1, Tahun 2000, hal. 222)

[kur]