Pembagian harta warisan menjadi permasalahan pelik yang dialami oleh sebagian besar orang. Sengketa pun sering terjadi karena masing-masing pihak merasa berhak mendapatkan harta tersebut. Sebab itulah sangat penting mengetahui cara pembagian harta warisan berupa tanah agar terasa adil.

Harta peninggalan cukup beragam bentuknya. Mulai dari uang tunai, kendaraan, perhiasan, hingga tanah serta bangunan. Untuk masalah pembagian warisan, sebaiknya diselesaikan dengan cara baik-baik agar tidak memicu pertikaian antar sesama anggota keluarga.

Tata Cara Pembagian Harta Warisan Berupa Tanah
Harta peninggalan pewaris ada beragam jenisnya, dan salah satunya adalah tanah. Harta waris berupa tanah ini juga dibagi menjadi dua jenis yaitu tanah tanpa bangunan dan tanah beserta bangunan. Cara pembagian harta warisan berupa tanah jelas tidak mudah.

Apalagi jika pewaris masih memiliki orang tua lengkap. Harta tersebut harus dibagi menurut porsinya masing-masing. Untuk memudahkan pembagian harta warisan yang berupa tanah baik dengan bangunan maupun tidak, sebaiknya tawarkan dulu kepada saudara yang mau membeli.

Jika tidak ada yang mau membeli, sebaiknya harta tersebut dijual. Jika sudah dalam bentuk uang, maka pembagiannya akan lebih mudah. Pembagian harta warisan juga merujuk pada Kompilasi Hukum Islam atau HKI. Adapun aturan yang ditetapkan menurut HKI adalah sebagai berikut.

* Anak perempuan jika jumlahnya hanya satu orang saja, maka berhak mendapatkan ½ bagian. Sementara jika ada dua anak perempuan atau lebih bagiannya adalah 2/3 bagian.
* Anak perempuan jika bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak perempuan.
* Ayah akan mendapatkan 1/3 bagian dari harta waris jika pewaris tidak memiliki anak. Namun jika ada anak, bagian ayah hanya 1/6.
* Ibu mendapatkan 1/3 bagian jika pewaris tidak ada anak ataupun dua saudara atau lebih. Sedangkan jika ada anak atau dua saudara atau lebih, ibu hanya mendapat 1/6 bagian.
* Ibu akan mendapatkan 1/3 bagian dari sisa harta yang sudah diambil oleh janda atau duda jika bersama-sama dengan ayah.
* Duda akan mendapatkan ¼ bagian jika pewaris memiliki anak. Sementara jika pewaris tidak memiliki anak, bagian duda menjadi ½.
* Janda akan mendapatkan ¼ bagian jika pewaris tidak memiliki anak. Namun jika ada anak, maka bagian janda adalah 1/8.
* Bila pewaris meninggal tidak ada anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan yang seibu masing-masing memperoleh 1/6 bagian.
* Bila pewaris meninggal tidak ada anak dan ayah, tetapi memiliki satu saudara perempuan kandung seayah maka bagiannya adalah ½. Jika jumlah saudara perempuan kandung lebih dari dua, maka mereka bersama-sama akan mendapat 2/3 bagian. Namun bila saudara perempuan tersebut bersama dengan saudara laki-laki, maka perbandingan pembagiannya adalah 2:1.

Setiap ahli waris memiliki bagiannya masing-masing. Tentu saja jumlah bagian antara satu ahli waris dengan ahli waris lainya saling mempengaruhi. Sebab itulah sebaiknya harta waris berupa tanah dijual lebih dulu agar tidak mempersulit pembagian warisan nanti.

Kelompok yang Berhak Menjadi Ahli Waris
Penetapan siapa pihak yang berhak menjadi ahli waris sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang. Berdasarkan KUH Perdata pasal 832, yang berhak mendapatkan harta waris adalah keluarga yang ada hubungan darah baik yang berasal dari hubungan perkawinan maupun yang tidak.

Selain itu istri ataupun suami yang hidup terlama juga berhak menjadi ahli waris. Lebih ringkasnya, ahli waris dibagi menjadi dua kelompok. Yaitu:

1. Berdasarkan Hubungan darah
Pihak yang ada hubungan darah dengan pewaris berhak mendapatkan harta warisan. Golongan laki-laki yang termasuk dalam kelompok ini adalah ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, serta kakek. Sedangkan untuk golongan perempuan adalah ibu, anak perempuan, saudara perempuan, serta bibi.

2. Berdasarkan Hubungan Perkawinan
Pihak yang termasuk dalam kelompok ini adalah duda ataupun janda. Jika yang meninggal adalah suami, maka istri berhak menjadi ahli waris. Begitu juga sebaliknya jika istri yang meninggal, suami juga berhak menjadi ahli waris dengan catatan keduanya masih dalam ikatan pernikahan dan tidak bercerai.

Sementara menurut hukum perdata, urutan prioritas penerima harta waris dibagi menjadi 4 golongan ahli waris. Golongan pertama merupakan ahli waris yang paling berhak mendapatkan harta tersebut. Golongan ini terdiri dari suami atau istri yang masih hidup serta anak keturunannya.

Sedangkan golongan kedua terdiri dari orang tua dan saudara kandung pewaris. Golongan ketiga terdiri dari kakek dan nenek pewaris. Dan untuk golongan keempat, terdiri dari paman dan bibi hingga derajat keenam dari pewaris, serta saudara kakek dan nenek sampai derajat keenam keturunan.

Lantas, bagaimana cara pembagian harta warisan berupa tanah? Siapa yang lebih berhak mendapatkan harta tersebut. Golongan pertama lebih diprioritaskan untuk mendapatkan harta waris. Jika pewaris tidak memiliki anak dan istri, maka harta waris jatuh ke golongan kedua dan begitu seterusnya.

4 Hal yang Menyebabkan Ahli Waris Tidak Berhak Mendapatkan Harta Warisan
Cara pembagian harta warisan berupa tanah memang sudah diatur dalam KUH Perdata dan HKI. Akan tetapi ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan ahli waris tidak berhak menerima harta warisan sepeserpun.

Adapun 4 hal yang bisa menyebabkan pembatalan hak ahli waris adalah sebagai berikut:

1. Memalsukan Surat Wasiat
Ahli waris utama entah itu anak kandung maupun orang tua dari pewaris bisa dibatalkan hak mendapatkan bagian harta warisan jika terbukti memalsukan wasiat. Dengan alasan apapun juga surat wasiat tidak boleh diubah dari aslinya karena bisa merugikan ahli waris yang lain.

2. Membunuh atau Mencoba Membunuh Pewaris
Pihak yang ditetapkan sebagai ahli waris haruslah orang yang baik dan tidak melakukan jenis kejahatan apapun. Jika ahli waris terbukti mencoba melakukan pembunuhan atau bahkan membunuh pewaris, maka haknya untuk mendapatkan harta warisan akan dibatalkan.

Kalaupun ahli waris tersebut sudah tercatat dalam surat wasiat, pihak yang berkepentingan berhak mencoret nama ahli waris tersebut karena secara hukum haknya sudah dicabut.

3. Menghalangi Pewaris untuk Membuat Surat Wasiat
Surat wasiat bisa dibuat kapan saja sesuai dengan keinginan pewaris. Jika selama pembuatan wasiat ada ahli waris yang mencoba menghalangi dan memprovokasi untuk melakukan perubahan pada surat tersebut. Maka hak ahli warisnya bisa dibatalkan karena dianggap sudah melakukan tindak kejahatan.

Perubahan surat wasiat memang bisa dilakukan oleh pewaris jika terjadi kondisi tertentu. Misalnya saja ada ahli waris yang meninggal atau pewaris sudah bercerai. Pembuatan surat wasiat harus dilakukan dengan penuh kesadaran tanpa tekanan dari siapapun.

4. Memfitnah Pewaris Melakukan Kejahatan
Salah satu hal yang bisa menyebabkan batalnya hak waris adalah pernah memfitnah pewaris. Dalam hal ini ahli waris pernah menuduh pewaris melakukan kejahatan dan secara hukum tuduhan tersebut dianggap tidak benar.

Ahli waris yang pernah melakukan tindakan kurang menyenangkan ini bisa dihapus namanya dari daftar orang yang berhak mendapatkan harta warisan.

Cara pembagian harta warisan berupa tanah sebaiknya diubah dulu nilainya dalam bentuk rupiah. Tujuannya agar perhitungan pembagian waris lebih mudah dan ahli waris bisa mendapatkan harta waris sesuai bagian yang ditetapkan dalam HKI maupun KUHP.