Jakarta – Tayamum adalah bersuci menggunakan debu sebagai pengganti wudhu, namun dengan sebab dan syarat tertentu. Seperti apa tata cara tayamum yang benar?

Sebagaimana kita ketahui, syarat sah sholat dan ibadah lainnya adalah dengan bersuci, yakni berwudhu atau tayamum. Wudhu yang hanya bisa dilakukan dengan air, mungkin akan sangat mudah dilakukan oleh orang yang sehat dan dengan ketersedian air yang cukup. Namun, sebaliknya jika dalam kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya, karena sakit, maupun sebab lain, maka dibolehkan bertayamum sebagai pengganti wudhu.

Nah, berikut tata cara tayam yang benar menurut ulama:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

1. Dasar Hukum

Dalam kondisi tertentu, Islam telah memberikan kemudahan kepada umatnya untuk bertayammum, menggantikan wudhu sebagai bentuk bersuci dari hadas. Adapun dasar hukum bagi kemudahan tersebut, termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nisâ’ ayat 43. Yang artinya, “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu,”

Dari ayat di atas, dijelaskan sebab dibolehkannya bertayamum, yakni apabila dalam kondisi sakit yang tidak memungkinkan berwudhu. Selain itu di saat dalam keadaan bepergian, seperti di dalam pesawat atau kendaraan lain yang tidak bisa untuk dilakukannya berwudhu. Atau setelah dari kondisi buang air, atau junub. Yang apabila hal tersebut kemudian diringi situasi ketiadaan air.

Berdasarkan penafsiran sebagian ulama, seperti yang ditunjukkan dalam riwayat Ibnu ‘Abbâs, Mujahid, Qatadah, Ubay ibn Ka’b, ‘Amar ibn Yasir, dan yang lain. Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa, tayammum bukan hanya boleh menggantikan wudhu, tetapi juga mandi besar.

2. Syarat dan Ketentuan Tayamum

Mengenai sebab-sebab bertayamum telah dijelaskan para ulama fiqih, di antaranya oleh Syekh Mushthafa al-Khin dalam kitab ‘Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzahib Al-Imam Al-Syafi’i’ halaman 94. Menurutnya, ada empat alasan dibolehkannya bertayamum. Yang pertama apabila dalam situasi benar-benar tidak ada air, atau hanya mencukupi untuk kebutuhan minum, misalnya ketika berada di gunung, atau padang pasir. Yang kedua, apabila jauhnya air diperkirakan di atas 2,5 km. Yang ketiga, apabila dalam keadaan atau kondisi sulit menggunakan air, misalnya sedang di penjara, terhalangi musuh atau binatang buas, sedang sakit, atau apabila menggunakan air dapat membuat sakitnya kambuh. Yang keempat, apabila dalam keadaan sangat dingin, dan tidak memungkinkan untuk menggunakan air.

Lebih lanjut menurut Imam Al-Ghazali, dalam kitab ‘Bidayatul hidayah’ pada bab adabnya tayamum, menjelaskan syarat dan ketentuan tayamum seperti berikut. Yang artinya “Jika engkau tidak mampu untuk menggunakan air sebab tidak ada setelah mencari, atau sebab udzur dari sakit, sebab ada yang mencegah dari datangnya air, misalnya karena ada hewan buas atau di penjara, atau airnya ada tapi dibutuhkan untuk minum dahagamu atau dahaga temanmu, atau sebab dimiliki oleh orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih tinggi dari harga umumnya, atau sebab ada luka atau sakit yang engkau khawatir terhadap dirimu sendiri, maka bersabarlah hingga masuknya waktu faridhoh atau wajib”.

“Setelah masuk waktu wajib kemudian tujulah debu yang baik yang ada debunya yang bersih, suci serta lembut. Tempelkan kedua telapakmu di debu tersebut dan antara jari-jarimu ditempelkan, dan berniatlah untuk kebolehan fardhunya sholat. Usaplah wajahmu seluruhnya dengan kedua telapak tangan tadi sekali, dan janganlah engkau membebani sampainya debu ke tempat tumbuhnya rambut baik yang tipis maupun yang tebal.”

“Kemudian copotlah cincinmu, dan tempelkan telapak tanganmu untuk kedua kalinya, posisi jari-jari dibuka, kemudian usaplah kedua tanganmu beserta kedua sikunya dengan kedua telapak tangan tadi. Jika belum rata, maka tempelkan lagi hingga rata dengan kedua telapak tangan tadi, kemudian usaplah salah satu telapakmu dengan yang lainnya, dan usaplah di antara sela-sela jarimu”.

“Gunakanlah tayamum itu untuk sekali sholat fardhu dan sholat sunnah sesukamu (boleh lebih dari sekali) ,jika engkau ingin melakukan ibadah fardhu untuk kedua kalinya maka mulailah lagi tayamum yang lain.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, Imam Al-Ghazali menambahkan bahwa tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu sholat, dan hanya bisa dipergunakan untuk satu kali sholat fardhu dan sholat sunnah, kemudian untuk sholat fardhu berikutnya kembali melakukan tayamum.

3. Tata Cara Tayamum

Adapun penjelasan tata caranya, dalam kitab ‘Bidayatul Hidayah’ karya Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut:

a. Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih. Ulama memperbolehkan menggunakan debu yang berada di tembok, kaca, atau tempat lain yang dirasa bersih.

b. Disunnahkan menghadap kiblat, lalu letakkan kedua telapak tangan pada debu, dengan posisi jari-jari kedua telapak tangan dirapatkan.

c. Dalam keadaan tangan masih diletakan di tembok atau debu, lalu ucapkan basmallah dan niat seperti berikut:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ للهِ تَعَالَى

“Nawaytu tayammuma li istibaakhati sholati lillahi ta’ala” Artinya: Aku berniat tayamum agar diperbolehkan sholat karena Allah.

Niat di atas apabila ingin mengerjakan sholat. Lain jika ingin melakukan ibadah lain, seperti membaca Al-Qur’an atau lainnya. Maka niatnya diganti sesuai dengan tujuan bersuci.

d. Kemudian, usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah. Berbeda dengan wudhu, dalam tayamum tidak diharuskan untuk mengusapkan debu pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis maupun yang tebal. Yang dianjurkan adalah, berusaha meratakan debu pada seluruh bagian wajah. Dan itu cukup dengan satu kali menyentuh debu, sebab pada dasarnya lebar wajah tidak melebihi lebar dua telapak tangan. Sehingga “meratakan debu” di wajah, cukup mengandalkan dugaan yang kuat (ghalibuzhan).

e. Selanjutnya bagian tangan, sementara lepaskan cincin bila ada di jari, dan letakkan kembali telapak tangan pada debu, kali ini jari tangan direnggangkan. Lalu tengadahkan kedua telapak tangan, dengan posisi telapak tangan kanan di atas tangan kiri. Rapatkan jari-jari tangan, dan usahakan ujung jari kanan tidak keluar dari telunjuk jari kiri, atau telunjuk kanan bertemu dengan telunjuk kiri.

f. Telapak tangan kiri mengusap lengan kanan hingga ke siku. Kemudian, tangan kanan diputar untuk diusapkan juga sisi lengan kanan yang lain, dan telapak tangan mengusap dari siku hingga dipertemukan kembali jempol kiri mengusap jempol kanan. Lakukan hal yang sama pada tangan kiri seperti tadi.

g. Terakhir, pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jarinya.

h. Setelah tayamum, dianjurkan juga oleh sebagian ulama untuk membaca doa bersuci, seperti halnya doa berikut ini.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Artinya: Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bersuci, dan jadikanlah aku sebagai hamba-hamba-Mu yang saleh. Mahasuci Engkau, ya Allah. Dengan kebaikan-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Dan dengan kebaikan-Mu, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.

Dengan demikian telah selesai tata tayamum yang benar menurut para ulama. Wallau a’lam bishawab.

(nwy/nwy)