BerandaAgamaCara Mandi Junub untuk Wanita yang Benar Sesuai dengan Tuntunan Hadist Rasulullah Fiqih WanitaA. Mandi Junub
TOKOHWANITA.COM – “Mandi junub atau mandi besar adalah salah satu ritual peribadatan yang dilakukan oleh orang islam dalam beberapa keadaan. Mandi junub adalah cara untuk membersihkan tubuh serta menyucikan diri dari hadas besar.”

1. Hukum Mandi Junub

Mandi junub dibwajibkan hukumnya bagi wanita yang mengalami haidh atau nifas apabila darahnya telah berhenti mengalir. Allah berfirman:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, maka katakanlah: Haidh adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu (para laki-laki) menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati (mencampuri) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, (telah mandi junub), maka campurilah mereka di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai taubat orang-orang, serta menyukai oran­g-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah ayat 222)

B. Larangan bagi Wanita Haid

Dalam agama Islam, wanita yang sedang mengalami haid tidak diperbolehkan untuk melakukan beberapa hal. Al hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan:

“Larangan salat bagi perempuan haid adalah perkara yang telah jelas. Karena kesucian dipersyaratkan dalam salat dan perempuan haid tidak dalam keadaan suci. Adapun puasa tidak dipersyaratkan di dalam kesucian, maka larangan puasa bagi perempuan haid itu sifatnya adalah ta’abudi (hal yang berkaitan dengan ibadah).”

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda kepada Fathimah binti Abu Hubaisy:

فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة وإذا أدبرت فاغسلى عنك الدم وصلى

“Apabila haidhmu datang maka tinggalkanlah shalat, dan jika haidhmu telah berhenti maka mandilah, lalu kerjakanlah shalat.”

Dalam sebuah riwayat Bukhari disebutkan:

ولكن دعى الصلاة قدر الأيام التي كنت تحيضين فيها ثم اغتسلي وصل

“… Tetapi tinggalkanlah shalat selama hari-hari yang engkau mengalami (haidh) di dalamnya. Selanjutnya, (jika hadihmu telah berhenti) maka mandilah dan kerjakanlah shalat.”

Di bawah ini adalah larangan-larangan bagi wanita yang sedang haidh:

1. Shalat

Menurut Islam larangan pertama yang tidak boleh dilakukan wanita saat belum suci adalah melaksanakan shalat. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menuturkan:

“Tinggalkanlah shalat selama hari-harimu masih dalam keadaan haidh. Jika haidhmu telah berhenti, maka bersucilah dengan mandi, dan segeralah tunaikan shalat.”

2. Membaca Al-Quran

Larangan kedua bagi wanita haidh adalah tidak boleh membaca Al-Quran. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi menuturkan:

“Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-quran.”

3. Tawaf

Larangan ketiga bagi wanita haidh adalah melaksanakan tawaf ketika sedang menjalankan ibadah haji. Sebab, ia sedang dalam keadaan tidak suci dan tidak diperbolehkan untuk beribadah dalam sementara waktu.

Rasulullah Saw pernah berkata kepada Aisyah ketika sedang melaksanakan haji dalam keadaan haid:

“Kerjakanlah segala yang dikerjakan oleh orang yang sedang berhaji, tetapi jangan melakukan tawaf.” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Puasa

Larangan kempat bagi wanita haidh adalah tidak boleh melaksanakan puasa. Ada sebuah hadist yang mengatakan:

“Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Muslim)

Dari sebuah hadist tersebut, larangan berpuasa saat haid dapat diqadha di kemudian hari, namun tidak diminta untuk diqadha salat.

5. Berhubungan Suami Istri

Larangan kelima bagi wanita haidh adalah tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami istri atau berjima dengan suaminya. Dalam sebuah hadist disampaikan bahwa:

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Selain itu sebuah hadist lain juga menguatkan:

“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’.” (HR. Muslim)

Maksud dari hadist tersebut adalah dibolehkannya berhubungan suami istri selagi tidak sampai terjadi pada vagina.

C. Doa Mandi Junub

Sebagian ulama mengatakan bahwa niat mampu membedakan dari kebiasaan dengan ibadah. Dalam sebuah hadis dari Umar bin Khattab, Nabi Muhammad Saw bersabda:

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di bawah ini adalah beberapa niat berdasarkan amalannya:

1. Niat Mandi Junub atau Mandi Wajib

Mandi junub atau niat mandi wajib mani bisa terjadi karena adanya syahwat yang disebabkan oleh mimpi basah atau keluarnya cairan mani, juga berhubungan badan antara suami istri. Niat mandi besar yang harus dibaca ketika hendak mandi wajib setelah syahwat adalah ini, bacaan mandi wajibnya:

Bismillahirahmanirahim nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbar minal janabati fardlon lillahi ta’ala.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Mandi Wajib Setelah Nifas

Bacaan niat mandi besar bagi kaum wanita yang selesai nifas, adalah ini, bacaan mandi wajibnya:

Bismillahi rahmani rahim nawaitu ghusla liraf’il hadatsil akbar minan nifasi fardlon lillahi ta’ala.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari nifas, fardhu karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Mandi Wajib Setelah Haid

Bacaan niat mandi wajib setelah haid bagi kaum wanita, adalah ini, bacaan mandi wajibnya:

Bismillahi rahmani rahim nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbar minal haidi fardlon lillahi ta’ala.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari haid, fardhu karena Allah Ta’ala.”

D. Tata Cara Mandi Junub

Adapun tata cara mandi junub bagi kaum wanita adalah sama dengan tata cara mandinya kaum lelaki. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam beberapa hal. Imam Muslim dan Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata:

إذا اغتسل من الجنابة يبدأ فيغسل يديه ثم يفرغ بيمينه على شماله فيغسل فر ثم يتوضأ ثم يأخذ الماء فيدخل أصابعه في أصول الشعر ثم خفن على را ثلاث حفنات ثم أفاض الماء على سائر جسده ثم غسل رجليه

“Adalah Nabi jika melakukan mandi jinabat (mandi wajib), beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangan terlebih dahulu. Kemudian menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kirinya yang digunakan untuk mencuci kemaluan beliau. Kemudian beliau berwudhu (sebagaimana wudhu hendak shalat). Selanjutnya beliau mengambil air lalu memasukkan jemarinya ke pangkal rambut kepala (untuk menyela-nyelainya). Kemudian menuangkan air sepenuh telapak tangan sebanyak 3 kali ke atas kepala beliau. Sesudah itu beliau meratakan air ke seluruh tubuh, dan terakhir mencuci kedua kaki.”

Dalam redaksi lain yang juga riwayat As-Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) yang berasal dari Maimunah, ia (Maimunah), berkata:

وضعت لرسول الله صلى الله عليه وسلم ماء يغتسل به فأفرغ على يديه فغسلها مرتين أو ثلاثا ثم أفرغ بيمينه على شماله فغسل مذاكيره ثم ذلك يده بالأرض ثم مضمض واستنشق ثم غسل وجهه ويديه ثم غسل رأسه ثلاثا ثم أفرغ على جسده ثم تنحى من مقامه فغسل قدميه

“Aku pernah mengambilkan air untuk mandi Rasulullah. Beliau lantas menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu membasuhnya sebanyak dua sampai tiga kali. Selanjutnya beliau menuangkan air ke telapak tangan kiri guna membersihkan kemaluan. Sesudah itu beliau menggosok-gosokkan tangannya ke tanah. Lalu beliau berkumur-kumur, lalu menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali, lalu membasuh muka dan kedua tangan hingga ke siku. Sesudah itu beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu meratakan air ke seluruh tubuh. Selanjutnya, beliau bergeser dari tempatnya, lalu terakhir mencuci kedua kaki.”

Dalam redaksi lain, masih menurut riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang berasal dari ‘Aisyah r.a, disebutkan:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا اغتسل من الجنابة دعا بشيء نحو الجلاب فأخذ بكفه بدأ بشق رأسه الأيمن ثم الأيسر ثم أخذ بكفيه فقال بها على رأسه

“Adalah Rasulullah jika hendak mandi jinabat beliau minta diambilkan air kurang lebih sebanyak 1 hilab (alat untuk menampung air susu unta). Selanjutnya, beliau menciduk air dengan telapak tangan lalu menyiramkannya ke kepala bagian kanan dan selanjutnya ke kepala bagian kiri. Sesudah itu beliau mengambil air sepenuh kedua telapak tangan lalu menuangkannya ke kepala bagian atas.”

Berdasarkan hadits hadits yang telah tertulis di atas, dapat disimpulkan bahwa kaum wanita yang mandi wajib hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Niat

Pasa saat melakukan pembasuhan anggota badan yang pertama kali, Sebab segala amal hanya sah jika disertai niat; dan niat tempatnya adalah di hati, sedang melafazhkan niat di lisan tidaklah dicontohkan oleh Nabi.

2. Menuangkan air ke seluruh tubuh

Menuangkan air ke seluruh tubuh harus dengan menggunakan air yang suci, dilakukan secara merata mulai dari rambut dan sekujur tubuh.

3. Memulai dengan membasuh kedua telapak tangan

Memulai mandi dengan membasuh kedua telapak tangan, lalu kemaluan, dan tempat keluarnya najis;

4. Berwudhu

Sesempurna wudhu ketika hendak mmendirikan sholat.

5. Melakukan pembasuhan

Pembasuhan harus disertai dengan menggosok-gosok seluruh bagian tubuh, agar seluruh bagian tubuh bisa dipastikan akan terkena air yang suci.

6. Menuangkan air

Menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali.

7. Melakukan pembasuhan secara berturut-turut

Dari pembasuhan itu, antara pembasuhan yang satu dengan yang lain tidak berselang lama dan harus bersambung dengan mendahulukan anggota tubuh sebelah kanan, dan kemudian mengerjakannya secara tertib.

Adapun beberapa hal yang membedakan mandi junubnya kaum wanita dengan kaum laki-laki adalah, kaum wanita yang telah berhenti dari haidh atau nifas dianjurkan untuk mengambil sejumput kapas. Kemudian diolesi minya misik atau wewangian sejenisnya. Lalu digunakan untuk membersihkan tempa keluarnya darah hingga aroma anyir darahnya menghilang.

Para imam ahli Hadits selain Imam Tirmidzi, meriwayatkan dari Aisyah bahwasanya, Asma’ binti Yazid suatu hari pernah bertanya kepa Nabi tentang tata cara mandi seusai haidh. Beliau bersabda:

تأخذ إحداكن ماءها وسدرتها فتطهر فتحسن الظهور ثم تصب على رأسها فتدلكه دلكا شديدا حتى تبلغ شئون رأسها ثم تصب عليها الماء ثم تأخذ فرصة ممسكة فتطهر بها

“Seseorang dari kalian (kaum wanita) hendaknya menyediakan air dan daun bidara. Selanjutnya ia berwudhu secara sempurna. Sesudah itu, dia menuangkan air ke kepalanya sembari mengosok gosoknya dengan benar-benar hingga air mencapai pangkal rambut. Sesudah itu dia meratakan air ke seluruh tubuhnya. Selanjutnya, dia mengambil sejumput kapas atau kain halus yang sudah diolesi minyak wangi lalu digunakan untuk membersihkan.”

Asma’ berkata: “Bagaimana aku harus membersihkan dengannya?” Beliau berkata: “Subhaanallooh….! Ya kamu gunakan benda tersebut untuk membersihkan.” ‘Aisyah lalu membisiki Asma’: “Kamu gunakan untuk membersihkan bekas keluarnya darah.” Aku lantas bertanya kepda beliau tentang mandi jinabat. Beliau bersabda:

تأخذ ماء فتطهر فتحسن الطهور – أو تبلغ الطهور – ثم تصب على رأسها فتدلكه حتى تبلغ شئون رأسها ثم تفيض عليها الماء

“Hendaknya engkau siapkan air lalu berwudhulah secara sempurna atau sungguh-sungguhlah dalam berwudhu. Selanjutnya, engkau tuangkan air ke kepalamu lalu engkau gosok-gosok hingga air tersebut mengenai pangkal rambut. Sesudah itu engkau siramkan air ke seluruh tubuhmu secara merata.”

Kaum wanita tidak diwajibkan untuk melepas ikatan atau gelung rambutnya saat mandi jinabat, namun dengan syarat air harus benar-benar bisa menjangkau bagian pangkal rambut dan kulit tempat tumbuhnya.

Imam Muslim dan lainnya mengetengahkan, sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Ubaid bin Umair, bahwa ia berkata: “Telah sampai berita kepada Aisyah bahwasanya Ibnu Umar menyerukan kaum wanita untuk melepas gelung atau kepang rambut mereka di saat mandi jinabat.” ‘Aisyah lalu berkata:

يا عجبا لابن عمرو هذا يأمر النساء إذا اغتسلن أن ينقضن رءوسهن أقلا يأمرهن أن يحلقن رءوسهن لقد كنت أغتيل أنا ورسول الله صلى الله عليه وسلم من إناء واحد ولا أزيد على أن أفرغ على رأسي ثلاث إفراغات

“Sungguh mengherankan Ibnu Umar! Dia telah menyerukan kaum wanita untuk melepas gelung atau kepang rambut mereka di saat mandi jinabat. Mengapa dia tidak sekalian saja memerintahkan mereka untuk menggundul rambut mereka? Sungguh aku pernah mandi jinabat bersama Rasulullah dari satu bejana, dan yang aku lakukan adalah tidak lebih dari menyiramkan air ke kepalaku sebanyak tiga kali (tanpa melepas gelungan rambut).”

Imam Muslim juga meriwayatkan Hadits lainnya dari Ummu Salamah yang menyebutkan bahwa seorang wanita berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah seorang wanita yang selalu mengikat rambutku, haruskah aku melepasnya ketika hendak mandi jinabat?” Beliau bersabda:

إنها يكفيك أن تحثى عليه ثلاث حثيات من ماء ثم تفيضى على سائر جسدك فإذا أنت قد طهرت

“Sesungguhnya cukup bagimu untuk menyiramkan air sepenuh kedua telapak tangan ke kepalamu sebanyak 3 kali. Sesudah itu engkau meratakan air ke seluruh tubuhmu. Dengan cara seperti itu, engkau telah suci.”

Dengan demikian, tidakada kewajiban bagi seorang wanita untuk melepas ikatan rambutnya di saat mandi wajib. Asalkan air benar-benar bisa sampai ke bagian pangkal rambut dan kulit tempat tumbuhnya. Dan iini menjadi pendapat madzhab Maliki, madzhab Hanafi, dan madzhab Syafi’i.

Adapun Imam Ahmad, beliau membedakan antara mandi seusai haidh dan mandi jinabat. Beliau berkata: “Hendaklah seorang wanita melepas gelungan/ikatan rambutnya di saat mandi seusai haidh atau nifas, namun tidak wajib baginya melepas gelungan/ikatan rambutnya di saat mandi jinabat asalkan air bisa sampai ke pangkal rambut.”

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni: “Melepas gelungan/ikatan rambut di saat mandi seusai haidh adalah mustahab (dianjurkan, tidak wajib); dan demikianlah yang menjadi pendapat yang benar, insyaa allooh. Dan inilah yang menjadi pendapat mayoritas fuqaha’; sebab dalam sebagian lafazh Hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah disebutkan: “Apakah aku harus melepasnya untuk mandi seusai haidh?” Beliau (Nabi) menjawab: “Tidak perlu”.

Wallahu A’lam Bishawab.

Jika teman-teman suka dengan konten ini, silahkan shere ke saudara-saudai yang lainnya. Dengan harapan, bisa menambah ilmu pengetahuan dan konten ini bisa membawa kemanfaatan untuk orang banyak. Amiin.