Oleh karena satu dan lain kamu dan pasangan memutuskan untuk menunda kehamilan. Adakah cara mencegah kehamilan yang nyaman dan aman untukmu?

Menurut Dr. Fella H. Pratami, Sp.OG, seorang Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan dariRS Karya Asih Charitas PalembangdanKlinik Marsya Plaju Palembang, ada banyak alasan mengapa pasangan memutuskan menunda kehamilan.

“Pasangan yang belum menginginkan anak bisa jadi karena sedang fokus pada karier atau pendidikan, sehingga membutuhkan waktu serta perhatian khusus untuk itu. Atau yang sering ditemui adalah keinginan untuk memberi jarak usia antar anak. Karena anak tidak hanya bertumbuh tapi juga berkembang, dan untuk itu memerlukan dukungan finansial serta perhatian yang nyata,” ujarnya kepada LIMONE.

Selain itu, dari sisi medis. “Wanita yang memiliki penyakit tertentu memang diharuskan menunda kehamilan, seperti wanita yang sedang menjalani kemoterapi; atau untuk tidak hamil sama sekali (seperti wanita yang memiliki penyakit jantung derajat berat) karena kehamilan akan mengancam nyawanya,” tambahnya.

Jika pasangan suami dan istri ingin menunda memiliki anak, apakah cara mencegah kehamilan yang efektif, aman dan nyaman bagi kedua belah pihak? Berikut penjelasan lengkapnya.

Apa Saja Metode dan Cara Mencegah Kehamilan?
Foto: “Semua jenis kontrasepsi tidak ada yang menjamin kesuksesan 100%, namun mendekati itu,” tegasnya.

Kontrasepsi juga bisa dilakukan secara alami seperti metode amenore laktasi (MAL), yakni menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi. Atau pantang berkala (biasa disebut KB kalender), koitus interuptus (pria ejakulasi di luar vagina). “Tentunya metode tersebut memiliki cara dan syarat tersendiri agar bisa berhasil dan memerlukan penerapan yang konsisten,” ungkapnya.

Jenis Alat Kontrasepsi Berdasarkan Waktu Penggunaan
Dari segi waktu penggunaan, kontrasepsi terbagi menjadi kontrasepsi jangka pendek dan jangka panjang. Kondom, diafragma, pil KB, suntik KB termasuk dalam jenis kontrasepsi jangka pendek.

Sedangkan untuk jangka panjang, yaitu susuk/implan KB dan AKDR/IUD. “Penggunaan susuk/implan KB hingga 3 tahun, sedangkan untuk AKDR bervariasi mulai hingga 3 tahun, 5 tahun, hingga 10 tahun,” tambahnya.

Jenis Alat Kontrasepsi Berdasarkan Komposisi
Dari segi komposisi alat kontrasepsi terbagi dua, yaitu kontrasepsi hormonal dan non-hormonal. Ada juga kontrasepsi darurat, yaitu digunakan segera (dalam waktu 72 jam) setelah kontak seksual terjadi untuk mencegah kehamilan.

“Kontrasepsi darurat bisa berupa hormonal(morning after pill)ataupun non-hormonal (AKDR). Efektivitas alat kontrasepsi sendiri bervariasi, hampir semuanya efektif dalam mencegah kehamilan. Dalam konseling kontrasepsi akan dijelaskan lebih mendalam mengenai cara penggunaan agar efektivitas terjaga,” tekannya.

* Kontrasepsi hormonal. Merupakan segala kontrasepsi yang mengandung obat berupa hormon, seperti pil KB, suntik KB, susuk/implan KB, serta alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang mengandung hormon.
* Kontrasepsi non-hormonal. Merupakan segala kontrasepsi tanpa kandungan hormon, seperti kondom, diafragma, spermisida, AKDR (atau IUD).

Dokter Fella menegaskan bahwa metode kontrasepsi tersedia baik untuk perempuan dan laki-laki.

“Kondom adalah salah satu metode kontrasepsi pria. Kontrasepsi mantap juga demikian. Apa itukontrasepsi mantap? Yaitu metode kontrasepsi yang digunakan ketika pasanganTIDAK LAGImenginginkan anak, atau bahasa awamnyasteril.Bagi wanita ini disebut tubektomi, sedangkan bagi pria disebut vasektomi,” jelasnya.

“Untuk metode ini disebut juga metode operatif, karena membutuhkan tindakan operasi untuk mencapainya. Tidak jarang metode tubektomi dilakukan bersamaan dengan operasi sesar,” imbuhnya.

Bagaimana Memilih Metode Kontrasepi yang Tepat?
Foto: berbagai macam metode, alat kontrasepsi sebagai cara mencegah kehamilan. Bagaimana mengetahui mana yang tepat untuk kita?

“Untuk dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat, seorang wanita harus mengetahui tujuan penggunaan dan apakah dirinya memiliki penyakit tertentu. Riwayat penggunaan kontrasepsi sebelumnya juga menjadi referensi,” jawabnya. Tujuan penggunaan apakah untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, atau menghentikan kehamilan.

“Wanita yang memiliki penyakit darah tinggi, ada tidaknya riwayat pengentalan darah atau stroke, riwayat kanker, dan berbagai kondisi medis lain umumnya akan disarankan menggunakan kontrasepsi non-hormonal, karena hormon yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal dapat memperberat penyakit yang diderita atau menimbulkan komplikasi signifikan,” tambahnya.

“Bila wanita tersebut sebelumnya pernah menggunakan alat kontrasepsi, maka perlu ditinjau kembali adakah keluhan terkait penggunaannya. Adakah keinginan menggunakan kontrasepsi lain walaupun sebelumnya tidak memiliki keluhan,” bebernya.

Ada juga kasus di mana pasangan tidak perlu melakukan cara mencegah kehamilan dalam bentuk apa pun.

“Mungkin saja, contohnya seperti pada pasangan infertil. Tidak menerapkan metode kontrasepsi apa pun tapi tetap tidak hamil, di mana besar kemungkinan ada masalah di salah satu atau keduanya. Namun berbeda pada pasangan fertil atau subur, keberhasilan pencegahan kehamilan tanpa metode kontrasepsi apa pun tentu tidak signifikan,” tekannya.

Apa yang Terjadi Jika Sudah Menerapkan Cara Mencegah Tapi Tetap Hamil?
Foto: sudah memilih dan melakukan cara mencegah kehamilan, tapi test pack menunjukkan hasil positif… ini berarti ada sesuatu yang terjadi.

“Yang paling sering terjadi adalah syaratnya tidak terpenuhi. Contoh, mengonsumsi pil KB tapi tidak teratur. Atau melakukan suntik KB tapi tidak tepat waktu,” jelasnya.

Penyebab lain yang bisa terjadi, misalnya AKDR yang digunakan berubah posisi. Kondom yang digunakan bocor. Terlambat ejakulasi di luar. Atau menerapkan MAL tapi usia bayi sudah lebih dari 6 bulan atau sudah haid duluan.

“Hal-hal tersebut juga dapat menjadi sebab gagalnya kontrasepsi. Inilah pentingnya konseling pra-kontrasepsi, karena tidak sedikit wanita yang beranggapan cara atau pemahaman mereka terhadap pemakaian kontrasepsi sudah benar—padahal belum tentu,” tekannya.

“Yang penting dipahami adalahtidak ada alat kontrasepsi yang menjamin keberhasilan 100%. Bila dikatakan keberhasilan 99.9% maka masih ada 0.1% kemungkinan untuk hamil walaupun cara pemakaian kontrasepsi sudah benar,” tegasnya.

“Dan bila kehamilan tetap terjadi setelah penggunaan kontrasepsi, maka kehamilan akan dipantau perkembangannyabukandigugurkan. Melakukan terminasi kehamilan seperti aborsi hanya sesuai indikasi medis di mana hal tersebut dilakukan bila kehamilan membahayakan nyawa ibu dan/atau janin memiliki kelainan letal, di mana bila lahir, si bayi tidak akan bertahan hidup,” paparnya.

Kesimpulan
Foto: “Sebagai penutup, perlu ditekankan bahwa pemilihan kontrasepsi adalah hak wanita. Termasuk memilih untuk tidak menggunakan kontrasepsi,” tekannya.

Untuk itu, Dokter Fella menekankan pentingnya melakukan konseling untuk membantu memutuskan metode apa yang terbaik bagi wanita tersebut dan ini bersifat individualistik. Dalam konseling juga akan dijelaskan “benefits versus risks” masing-masing alat kontrasepsi.

“Jadi, bagi wanita yang memiliki penyakit darah tinggi dan tetap ingin menggunakan kontrasepsi hormonal, dipersilahkan. Karena ketika konseling selesai, maka keputusan berada di tangan wanita tersebut, bukan konselor. Dengan catatan, si wanita sudah menerima informasi mengenaibenefits versus riskstadi sehingga paham akan konsekuensi dari pilihannya,” pungkasnya.

Selanjutnya: Segala Hal yang Harus Kamu Tahu Tentang Bayi Tabung.