Cara menggugurkan kehamilan dapat dilakukan dengan beberapa metode baik penggunaan obat-obatan maupun tindakan operasi. Namun, opsi menggugurkan kehamilan hanya dilakukan jika telah memenuhi syarat yang ada.

Misalnya ketika menghadapi komplikasi yang mengancam jiwa bagi janin atau ibu, pasangan harus memutuskan apakah akan mengakhiri kehamilan. Meskipun bersifat sangat pribadi, layanan kesehatan biasanya menyarankan konseling dan berbagai cara menggugurkan kehamilan yang aman.

Opsi menggugurkan kehamilan yang tepat dan aman biasanya disesuaikan dengan usia kehamilan dan kondisi kesehatan ibu dan janin.

Apa itu aborsi?
Aborsi diartikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan dengan sengaja sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (sebelum kehamilan 20 minggu atau berat janin masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis yang jelas. Dalam prosesnya, aborsi dapat dilakukan dengan menggunakan obat ataupun dengan melakukan operasi pembedahan.

Prosedur aborsi berbeda dengan keguguran. Prosedur aborsi untuk mengakhiri kehamilan menggunakan obat-obatan maupun operasi bertujuan untuk mengangkat janin dan plasenta (ari-ari) dari rahim sang ibu. Sedangkan keguguran sendiri merupakan berakhirnya kehamilan atau kematian janin dalam kandungan secara spontan sebelum usia kandungan 20 minggu.

Baik penggunaan obat maupun operasi, prosedur menggugurkan kehamilan memiliki efek samping bagi tubuh. Oleh karena itu, biasanya prosedur ini disesuaikan oleh usia kehamilan dan kondisi kesehatan ibu.

Lantas, apa saja alasan seseorang melakukan aborsi?

Mengapa seseorang melakukan aborsi?
Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 hingga 2010 oleh BMC Women’s Health, ada beberapa alasan seseorang menggugurkan kehamilan atau melakukan aborsi yaitu sebagai berikut:

* Tidak siap secara finansial
* Kehamilan yang tidak direncanakan
* Hubungan dengan pasangan yang tidak harmonis
* Keinginan fokus pada anak yang lain
* Kehamilan dianggap dapat mengganggu pendidikan
* Ketidaksiapan emosional dan mental
* Adanya masalah kesehatan
* Ketidaksanggupan orangtua untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk janin ketika lahir
* Tidak cukup dewasa dan mandiri untuk merawat bayi
* Pengaruh dari keluarga ataupun teman
* Tidak menginginkan bayi
* Tidak ingin bayi untuk diadopsi

Disamping itu, penyebab lain yang dapat menjadi alasan seseorang melakukan aborsi adalah kehadiran bayi yang dianggap dapat membawa perubahan dramatis pada hidup dan rasa malu telah melakukan hubungan seks di luar nikah.

Indikasi aborsi
Dalam beberapa kondisi kehamilan, seseorang dapat saja dianjurkan untuk menggugurkan kehamilan bila tes kehamilan menunjukan bahwa janin memiliki kondisi genetik – medis yang serius yang mengakibatkan kematian sebelum atau segera setelah lahir, serta risiko meninggal pada ibu. Berikut adalah beberapa indikasi lain dari aborsi:

Kelainan janin
Dokter akan melakukan beberapa tes seperti darah dan menguji cairan ketuban (amniocentesis) pada trimester kedua kehamilan apabila dicurigai adanya kelainan tertentu yang berdampak negatif pada hidup bayi atau bahkan kematian janin sebelum atau segera setelah lahir.

Kelainan kromosom
Kelainan kromosom dapat memengaruhi kesejahteraan anak seperti trisomi 13, 18, down-syndrome, turner-syndrome, penyakit Tay-Sachs, serta sindrom Potter. Calon orangtua perlu mempertimbangkan apakah kehamilan akan dilanjutkan atau tidak.

Cacat lahir
Bayi yang mengalami cacat lahir seperti bentuk spina bifida tertentu, kelainan ginjal, kelainan jantung, dan anensefali (deformasi tabung saraf yang memengaruhi otak) umumnya tidak hidup lama setelah lahir.

Masalah kesehatan ibu
Pada kasus ibu yang memiliki masalah kesehatan seperti solusio plasenta, kanker, hiperemesis gravidarum, infeksi, atau preeklamsia lanjut mungkin dapat menerima saran untuk mengakhiri kehamilan.

Selain indikasi seperti kelainan janin, kromosom, cacat, dan masalah kesehatan ibu, ketuban yang pecah terlalu dini dapat menjadi indikasi diperlukannya aborsi.

Jenis-jenis aborsi
Menggugurkan kehamilan dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan medis ataupun dengan melakukan operasi. Biasanya obat-obatan medis dianjurkan pada ibu dengan usia kehamilan satu hingga sepuluh minggu. Sedangkan operasi dianjurkan untuk usia kehamilan satu hingga 15 minggu, atau 13 hingga 20 minggu.

Aborsi medis
Tidak memerlukan pembedahan atau anestesi, menggugurkan kehamilan dengan aborsi medis dilakukan dengan menggunakan obat-obatan. Memiliki tingkat efektivitas 95%, dua jenis obat aborsi seperti mifeprex dan misoprostol biasanya digunakan oleh ibu dengan usia kehamilan hingga 10 minggu.

* Mifepristone (Mifeprex)
Bekerja dengan cara memblokir hormon progesteron sehingga lapisan rahim menipis dan mencegah embrio menempel dan tumbuh pada rahim.

* Misoprostol (Cytotec)
Digunakan beberapa hari setelah mifeprex, misoprostol bekerja dengan cara yang berbeda dengan Mifeprex. Cytotec menyebabkan rahim berkontraksi sehingga mengeluarkan embrio melalui vagina.

Praktik aborsi medis tidak dapat dilakukan pada setiap individu. Dokter akan menghindari prosedur aborsi medis bila kamu memiliki beberapa masalah berikut:

* Kehamilan ektopik
* Alergi terhadap mifepristone atau misoprostol
* Kelainan pendarahan
* Menggunakan obat pengencer darah
* Memiliki penyakit hati, ginjal, paru-paru
* Menggunakan alat kontrasepsi intrauterine (IUD)
* Mengonsumsi obat kortikosteroid

Prosedur aborsi bedah atau operasi
Aborsi bedah atau operasi adalah cara menggugurkan kehamilan dengan melibatkan pelebaran dan pembukaan rahim (serviks) serta tabung hisap kecil ke dalam rahim.
Sebelum mengeluarkan janin dalam rahim dengan tabung hisap, kamu perlu melakukan tes urin untuk memastikan kehamilan, dan tes ultrasound untuk menentukan usia kehamilan. Berikut adalah beberapa teknik aborsi bedah atau operasi yang mungkin dokter lakukan:

* Aspirasi vakum
Teknik aspirasi vakum atau teknik penyedotan dengan alat vakum biasanya dilakukan pada minggu ke-12 hingga ke-16 kehamilan. Dalam prosesnya aborsi, aspirasi vakum menghisap dan menarik janin dan plasenta keluar dari rahim.

* Dilatasi dan evakuasi
Dilatasi dan evakuasi adalah cara menggugurkan kehamilan yang digunakan pada usia kehamilan setelah minggu ke-14. Teknik ini direkomendasikan untuk seseorang yang menunda aborsi atau memilih untuk mengakhiri kehamilan karena janin memiliki kelainan atau masalah medis berat.

* Dilatasi dan ekstraksi
Teknik pelebaran dan ekstraksi mengeluarkan janin dengan penyedotan dan alat juga biasanya digunakan antara minggu. Baik aspirasi vakum maupun dilatasi dan ekstraksi merupakan prosedur invasif minimal dan lebih dari 99% efektif tetapi harus dilakukan di pusat kesehatan dan klinik.

* Aborsi induksi
Aborsi induksi umumnya dilakukan pada trimester kedua kehamilan. Teknik ini dipilih oleh beberapa calon ibu yang telah melewati minggu ke-24 kehamilan dan tidak memungkinkan menjalani prosedur dilatasi dan evakuasi.

Efek samping aborsi
Sebelum mengambil langkah aborsi medis, kamu harus memiliki keyakinan penuh mengenai keputusan yang diambil. Sebab, jika kamu tiba-tiba berencana melanjutkan kehamilan setelah mengonsumsi obat penggugur kandungan, maka kamu akan berisiko mengalami komplikasi kehamilan.
Beberapa risiko efek samping yang dapat timbul dari prosedur aborsi adalah:

* Demam
* Kerusakan pada rahim atau leher rahim (serviks)
* Perforasi rahim (luka tembus pada rahim akibat penggunaan instrumen tanpa sengaja)
* Pendarahan berat dan memanjang
* Gangguan saluran pencernaan
* Infeksi pada rahim dan tuba falopi
* Terbentuknya jaringan parut dalam rahim
* Pengangkatan jaringan yang tidak sempurna menimbulkan sisa sehingga membutuhkan prosedur tambahan

Legalitas hukum yang mengatur aborsi
Di Indonesia, aturan aborsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Larangan untuk melakukan aborsi ditulis pada pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan, sementara pengecualian tindakan aborsi ditulis pada pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan berupa:

* Adanya indikasi darurat medis yang terdeteksi sejak usia dini dari sebuah kehamilan
* Mengancam nyawa dari ibu dan juga janin
* Terdapat penyakit genetik/ cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga dapat menyulitkan kehidupan bayi ketika hidup di luar kandungan
* Adanya kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan

Meskipun dilarang keras di Indonesia, beberapa orang tertentu memiliki kewenangan untuk melakukan aborsi diatur dalam pasal 76 UU Kesehatan yaitu:

* Aborsi dilakukan sebelum kehamilan umur 6 (enam) minggu dihitung dari haid pertama terakhir, kecuali yang sedang dalam kedaruratan medis
* Aborsi dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat kedaruratan medis
* Mendapatkan persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan
* Mendapatkan izin dari pihak suami, dalam hal ini kecuali korban perkosaan
* Dilakukan di tempat layanan kesehatan yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

Apabila aborsi ilegal dilakukan, seseorang dapat memperoleh ancaman pidana seperti penjaga paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.

Meskipun praktik aborsi telah diatur oleh undang-undang, namun praktik aborsi ilegal masih tetap merajalela. Ditambah lagi, tindakan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten dan tidak memiliki sertifikat resmi. Tentunya hal ini dapat membahayakan nyawa dari individu yang memiliki niat untuk melakukan aborsi.

Untuk itu, salah satu bentuk pencegahan yang dilakukan terhadap bahaya praktik aborsi ilegal adalah dengan adanya sinergi antara pemerintah dan juga masyarakat. Pemerintah dengan melalui aturan perundang-undangan dalam menangani kasus aborsi dan bersinergi dengan aparat penegak hukum dalam memberantas praktik ilegal aborsi yang nantinya dapat menimbulkan korban jiwa.

Dikutip dari radioedukasi.kemdikbud.com, bahwa adanya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi juga akan membantu dalam menciptakan wawasan secara keseluruhan seputar praktik aborsi di masyarakat.