Kewirausahaan saat ini sedang menjadi sebuah “tren” di masyarakat. Betapa tidak, virus pandemic CODIV 19 / virus Corona sudah berlangsung lebih dari 1 tahun sehingga berdampak kepada segala sendi aktivitas masyarakat sehingga masyarakat harus memutar otak untuk bisa bertahan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdagang / berjualan adalah salah satu cara yang ditempuh oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Namun jika aktivitas berjualannya ingin berumur panjang dan berkembang maka tidak cukup hanya sebagai pedagang, namun harus bergerak ke arah yang lebih besar yaitu menjadi seorang wirausaha / entrepreneur.

Ciri khas utama yang membedakan pedagang dan entrepreneur adalah cara berfikir /mindset dan membangun sistem. Namun hal tersebut tidaklah mudah mengingat masih banyak orang yang menyamaratakan pedagang / pebisnis dan entrepreneur itu sendiri. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar sebagai seorang entrepreneur diduga menjadi salah satu penyebab kegiatan/ aktivitas bisnis seseorang menjadi sulit berkembang dan cenderung jalan di tempat.

Salah satu contoh kasus yang membedakan antara pedagang & entrepreneur adalah bagaimana cara mereka memandang sebuah profit. Pedagang relative lebih impulsif dibandingkan entrepreneur karena mereka hanya sebatas berfikir mendapatkan keuntungan jangka pendek saja. Sedangkan entrepreneur harus memikirkan bagaimana membangun relasi seluas mungkin untuk dijadikan prospek atau asset jangka panjang untuk menghasilkan profit lebih besar di masa depan.

Salah satu pengetahuan dan ketrampilan dasar yang berhubungan dengan “menghasilkan keutungan” atau profit adalah kemampuan menghitung dan memprediksi Break Even Point (BEP). Apa itu BEP? Istilah ini sehari-hari dikenal oleh pebisnis dengan istilah “balik modal” dimana pendapatan yang dihasilkan dengan modal yang dikeluarkan untuk mendapatkan profit berada di posisi yang sama. Terdapat beberapa pendekatan dalam menghitung BEP yang bisa kita simulasikan. Pada umumnya penetapan harga bisa menjadi data awal bagaimana nantinya kita bisa mengetahui BEP itu sendiri. Adapun beberapa pendekatan / cara mudah menghitung balik modal tersebut anatara lain:

1, Cost-Based–Pricing

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan biaya total produksi dengan nilai marjin / selisih keuntungan yang diinginkan

RUMUS: (HARGA JUAL = BIAYA TOTAL + MARJIN)

Contoh: Biaya total membuat kue Rp.100.000. Jika kita menginginkan laba bersih sebesar 15%, maka HARGA JUAL = 100.000 + (15% X 100.000) = 100.000 + 15.000 = Rp.115.000

2.Break Even Analysis & Target Profit Pricing

Metode ini unutk menganalisa peluang pokok & penetapan harga laba sasaran. Dengan metoda ini kita bisa mengetahui berapa jumlah barang yang harus kita jual supaya kita bisa balik modal dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk balik modal serta berapa omzet minimal untuk balik modal.

RUMUS: BEP = TFC/(P-V)

Keterangan:

TFC=Total Fix Cost (Total Biaya Sampai Usaha Kita Siap Jalan)

P = Harga jual/unit

V = Biaya variabel/unit

Contoh:

Total Modal awal bisnis kopi hingga siap jalan Rp 21.000.000

Ongkos produksi per cangkir kopi Rp 5.000

Harga jual per cangkir kopi Rp 8.000

BEP = TFC/(P-V)

= 21.000.000/(8.000 – 5.000)

= 21.000.000/3.000

= 7000 cangkir

Artinya minimal sebanyak 7000 cangkir harus terjual jika ingin mencapai BEP

Pertanyaan berikutnya: Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai BEP jika diasumsikan rata-rata penjualan per hari 20 cangkir?

Maka waktu yang diperlukan untuk mencapai BEP =7.000 cangkir / 20 = 350 hari

Pertanyaan Berikutnya: Berapa Omzet minimal yang harus didapatkan untuk mencapai BEP ?

Jumlah unit barang X harga jual

7.000 cangkir X Rp 8.000 = Rp 56.000.000

Maka omzet minimal yang didapatkan untuk mencapai BEP adalahRp 56.000.000