Jurnal Budidaya Pertanian

Vol. 17(1): 9-14 Th. 2021 ISSN: (Print) ISSN: X (On line)

Terakreditasi RISTEKBRIN Peringkat SINTA 3, SK. 85/M/KPT/ Versi online: //index.php/bdp

DOI: 10.30598/jbdp.2021.17.1.9

Efektivitas Waktu Persilangan Tiga Genotipe Cabai (Capcicum sp) pada Persilangan Dialel

Effectiveness of Crossing Time of Three Chili (Capcicum sp) Genotypes in Dialel Crosses

Retno D. Andayani*, Navita Maharani

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kadiri, Jl. Sersan Suharmaji No 38, Manisrenggo,

Kota Kediri 64128, Indonesia

*E-mail Penulis Korespondensi:

Chili is an important horticultural commodity in Indonesia. However, its production is still not optimal because there are not

many superior seeds available, which causes low productivity. One solution to this problem is to improve planting material (seeds)

by a plant breeding program through a hybridization process. Crossing different types of chili requires the right time to increase the

chances of success. The purpose of this study was to determine the effectiveness of crossing three genotypes of chili (two introduced

and one local). The study was carried out with a factorial randomized design. The first factor was a combination of crosses of three

parents, namely Sweet Italian, Garda and Katokkon by dialel crosses. The second factor was the time of crossing, namely at 04.00,

05.00, 06.00, 07.00, 08.00. The results of the analysis showed that the combination of parents had an interaction with crossing time

in increasing the dsuccess of the crosses. Each parent combination hah a specific time for crossing. If the female parent was Sweet

Italian, the time of crossing early in the morning (low temperature) was more optimal, which was between 04.00-07.00. For

Katokkon×Garda crosses and their reciprocals, the percentage of successful crosses increased if it was done at 06.00-08.00. None of

the crosses between Garda×Sweet Italian were successful or were entirely lethal.

Keywords: chili, crossing time, dialele, introduction genotype

Cabai merupakan komoditas hortikultura yang penting di Indonesia. Namun produksinya masih belum optimal karena belum

banyak tersedia benih unggul, yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Salah satu solusi masalah tersebut adalah dengan

perbaikan bahan tanam (benih) melalui program pemuliaan tanaman dengan proses persilangan (hibridisasi). Persilangan cabai yang

berbeda jenis memerlukan waktu yang tepat untuk dapat meningkatkan peluang keberhasilannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui efektivitas waktu persilangan tiga genotipe cabai (dua introduksi dan satu lokal). Penelitian dilaksanakan dengan

rancangan acak kelompok faktorial, Faktor pertama adalah kombinasi persilangan dari tiga tetua, yaitu Sweet Italian, Garda dan

Katokkon secara dialel. Faktor kedua adalah waktu persilangan, yaitu pada pukul 04.00, 05.00, 06.00, 07.00, 08.00. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kombinasi tetua memiliki interaksi dengan waktu persilangan dalam meningkatkan keberhasilan persilangan.

Tiap kombinasi tetua memiliki waktu yang spesifik untuk persilangan. Jika tetua betina Sweet Italian, waktu persilangannya semakin

pagi (suhu rendah) semakin optimal, yakni di antara pukul 04.00-07.00. Untuk persilangan Katokkon×Garda maupun resiproknya,

persentase keberhasilan persilangan semakin meningkat jika dilakukan pada pukul 06.00-08.00. Tidak ada penyerbukan silang antara

Garda×Sweet Italian yang berhasil persilangan atau seluruhnya letal.

Kata kunci: cabai, dialel , genotipe introduksi, waktu persilangan

Cabai (Capsicum sp.), yang termasuk tanaman hortikultura kelompok sayuran buah, merupakan komoditas

hortikultura unggulan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), total areal pertanaman sayuran di

Indonesia sebesar 990,915 ha dan 20,46% dari total lahan ditanamai komoditas cabai. Meskipun demikian, rata-rata

produktivitas cabai di Indonesia pada tahun 2008 baru mencapai 5,36 ton per ha, sedangkan menurut Bahar dan

Nugrahaeni (2008) potensi hasil cabai yang dapat dicapai ton per ha.

Badan Pusat Statistik (2013) mencatat dari tahun 2007 samapai 2011 terjadi penurunan tingkat produktivitas

tanaman cabai, yaitu secara berturut-turut sebesar 7,6; 6,14; 5,28; 5,15; dan 5,02 ton per ha. Penurunan produktivitas

disebabkan beberapa kendala, seperti sulitnya memperoleh varietas cabai berdaya hasil tinggi serta rendahnya kualitas

cabai yang dihasilkan. Kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi turut serta memperburuk kualitas cabai yang

dihasilkan. Kombinasi kedua masalah tersebut menyebabkan fenomena tingginya harga cabai pada beberapa tahun

terakhir. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan perbaikan varietas melalui

program pemuliaan tanaman.