Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang “Hamil Di Luar Nikah”. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, rupanya seperti tren saja bahwa kehamilan di luar nikah itu makin lama makin sering terjadi dan orang rasanya bisa menerima tidak seperti beberapa waktu yang lalu di mana itu menjadi suatu berita yang sangat menghebohkan. Bagaimana pandangan Pak Paul ?

PG : Saya setuju, Pak Gunawan, bahwa masalah ini makin hari makin sering terjadi dan itu sebabnya kita perlu mengangkat hal ini meskipun toleransi kita bertambah dan toleransi tidak selalu harus bersifat buruk, menurunkan standar dan sebagainya. Tapi kita tetap memunyai standar yang kita tahu adalah kehendak Tuhan, tapi kita juga mesti mengerti bahwa ini adalah dosa. Yang berbuat juga pasti menyesali dan sudah menjadi tugas kitalah sebagai anak-anak Tuhan merangkul dan menolong mereka agar mereka tidak terperosok makin dalam ke dalam dosa. Saya kira ada baiknyalah kita mengangkat topik ini dengan lebih seksama kita membahasnya dan mudah-mudahan kalau sampai ada yang bermasalah dengan hal ini, hamil di luar nikah, mereka mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

GS : Kehamilan ini bisa terjadi karena mereka diperkosa atau karena suka dengan suka, ini bagaimana Pak Paul ?

PG : Sudah tentu kita akan membedakan yang terjadi karena pemerkosaan dan yang terjadi karena suka dengan suka. Yang akan kita fokuskan kali ini adalah kehamilan akibat suka sama suka, jadi dalam konteks berpacaran akhirnya melakukan hubungan seksual sehingga si wanita mengandung.

GS : Banyak juga karena si wanita atau pria ini kurang mengerti, bahwa kalau mereka berhubungan hanya sekali tidak akan terjadi kehamilan, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Ada orang yang beranggapan kalau sekali tidak apa-apa, jadi kesalahpahaman ini adalah salah satu alasan mengapa terjadi kehamilan, namun intinya makin banyak pemuda-pemudi yang mengalami kesulitan mengendalikan dirinya dan juga tidak bisa kita sangkali terjadinya kemerosotan nilai-nilai moral di tengah-tengah kita, sehingga menganggap berhubungan seksual sebelum menikah sebagai sesuatu yang lazim.

GS : Bukan hanya kedua remaja itu yang bingung setelah menyadari bahwa remaja putri ini hamil, orang tuanya sendiri pun bingung. Langkah apa yang sebenarnya perlu kita ambil kalau sampai hal yang buruk itu terjadi ?

PG : Ada beberapa, Pak Gunawan, yang bisa saya bagikan. Yang pertama adalah kita mesti bertekad tidak berdosa apa pun itu keputusan yang akan diambil. Dengan kata lain, kalau ini memang terjadi pada kita bahwa kita mengandung, kita harus berkomitmen untuk tidak menambah dosa di atas dosa yang telah kita lakukan. Jadi buanglah jauh-jauh pikiran untuk menggugurkan anak dalam kandungan, itu adalah sebuah dosa. Keputusan memelihara anak adalah keputusan yang berkenan kepada Tuhan, sebaliknya menggugurkan kandungan tidak berkenan kepada Tuhan. Saya kutipkan Firman Tuhan di Mazmur 139:13, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku”. Dengan kata lain dalam Firman Tuhan ini jelas terlihat bahwa Tuhanlah yang menciptakan anak dari awal hingga lahirnya dan tangan Tuhanlah yang menenun dia, yang membentuk dia, jadi kalau kita mengakhiri hidupnya maka kita mengakhiri hidup seorang manusia yang telah Tuhan ciptakan dalam tubuh kita.

GS : Dalam hal ini seringkali banyak orang berpikir kalau masih 1 bulan, 2 bulan usia kandungan itu, tidak apa-apa dilakukan aborsi, pengguguran. Dalam hal ini apakah ada dampak bagi si remaja putri ini khususnya ?

PG : Sudah tentu akan ada, Pak Gunawan. Seorang remaja putri yang karena bingung dan mendapat masukan-masukan yang tidak tepat, memutuskan untuk menggugurkan kandungan acapkali mengalami rasa bersalah. Sampai nanti pun kalau dia mengingat, dia merasa bersalah. Kadang-kadang kalau sudah lewat beberapa tahun dia akan kembali terkenang bahwa kalau ada anak itu, anak itu sudah berusia berapa, sebab kita tidak bisa meyakinkan diri kita bahwa menggugurkan kandungan sama dengan membuang kutil di tangan kita. Misalnya kita bisa berkata “Ini hanya daging sama seperti kutil di tangan kita yang dibuang,” tapi orang yang melakukannya itu tahu dan dokter yang melakukannya pun tahu bahwa tidak sama, kalau kita beranggapan seperti itu seharusnya dampaknya sama seperti kalau kita operasi kutil. Semua orang pasti akan berkata kalau itu tidak sama, menggugurkan janin dan membuang kutil di tangan adalah dua hal yang berbeda. Jadi kita tidak bisa mengatakan, itu hanya seonggok daging yang belum ada kehidupan dan sebagainya. Itu salah sebab dari awal itu adalah tangan Tuhan yang telah menciptakannya.

GS : Memang dengan kemajuan ilmu kedokteran, aborsi ini bisa dilakukan dengan relatif lebih mudah, lebih murah dan banyak dilakukan di kota-kota besar, Pak Paul.

PG : Memang itulah yang terjadi, di negara-negara Barat pun hal ini kerap dilakukan dengan legal. Salah satu tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa si ibu karena kalau dilarang para ibu muda ini akan melakukannya dengan prosedur medis yang tidak sehat, tapi tetap intinya adalah perbuatan salah tidak berkenan di mata Tuhan, ini adalah sebuah dosa. Jadi prinsip pertama waktu kita hamil di luar nikah, kita mesti bertekad untuk tidak berdosa, jangan menambah dosa di atas dosa yang telah kita lakukan.

GS : Selain hal itu apakah ada yang lain, Pak Paul ?

PG : Kita tetap mesti melihat kehamilan dari perspektif Allah sendiri. Tuhan menggunakan pelbagai cara untuk membawa seorang anak lahir ke dalam dunia. Sudah tentu waktu kita berkata, “Tuhan menggunakan pelbagai cara” itu tidak berarti bahwa semua cara adalah cara yang diperkenankan Tuhan. Tuhan membawa anak lahir ke dalam dunia lewat pemerkosaan, ini memang contoh yang ekstrem sekali, kita tahu pemerkosaan adalah dosa dan tidak diperkenankan Tuhan, namun anak yang dihasilkan dari pemerkosaan berada dalam kehendak Allah yang sempurna. Artinya, Tuhan menghendaki keberadaannya di dunia, walaupun Tuhan tidak menghendaki terjadinya pemerkosaan itu sendiri. Demikian pula dengan anak yang lahir di luar nikah, kendati hubungan seksual di luar nikah itu sendiri adalah dosa, namun anak yang dikandung berada dalam kehendak Allah. Itu sebabnya kita mesti memisahkan antara hubungan atau penyebab lahirnya anak dan anak itu sendiri. Roma 8:28 memberi kita kejelasan akan cara kerja Allah yang sempurna, Firman Tuhan berkata, “Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”, dengan kata lain, Tuhan tak terbatasi, Tuhan dapat memakai segala sesuatu bahkan segala sesuatu yang salah, yang cacat, yang berdosa di dalam kedaulatan Tuhan dan kemahakuasaan-Nya, Dia dapat menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya. Sudah tentu ini tidak berarti Tuhan menyetujui dan berkenan terhadap dosa, sama sekali tidak. Namun sekali lagi saya tekankan, anak yang dikandung itu adalah dalam rencana Tuhan.

GS : Kesulitannya adalah melihat peristiwa ini dari perspektif Allah, Pak Paul. Biasanya dalam keadaan kalut seperti itu, kita justru cenderung mencari jalan pintasnya. Seringkali orang malah mengatakan bahwa anak yang lahir di luar nikah ini, anak haram dan sebagainya dan ini memberikan beban psikologis tertentu kepada si remaja putri itu.

PG : Ada sebuah konsep yang keliru yang sudah berkembang di masyarakat, bahkan di dunia bukan hanya di Indonesia yaitu adanya konsep anak haram. Pada kenyataannya tidak ada anak haram, Pak Gunawan. Yang ada adalah relasi haram, relasi yang tidak diperkenankan Tuhan. Hubungan seksual antara orang yang tidak menikah adalah hubungan yang haram atau hubungan yang tidak diperkenankan Tuhan, tapi anak itu sendiri tidak salah, anak itu sendiri tidak memilih lahir dengan cara seperti itu. Jadi anak itu tidak haram, anak itu tidak dimusuhi oleh Tuhan, justru kalau kita lihat dari rencana Allah kita harus berkata anak itu ada di dunia karena Tuhan menghendakinya. Kita juga bisa melihat betapa banyak orang tua yang tidak bisa memunyai anak, mau memunyai anak, berusaha memunyai anak tapi tidak memunyai anak. Jadi benar-benar dalam hal kelahiran anak kita harus mengakui bahwa ini sepenuhnya berada di tangan Allah.

GS : Jadi sebenarnya sangat dibutuhkan seorang pembimbing untuk menolong, baik remaja putri maupun pihak-pihak keluarga yang lain untuk melihat peristiwa ini dalam perspektif Allah itu sendiri, Pak Paul.

PG : Betul sekali, sebagai anak-anak Tuhan, sebagai orang-orang Kristen kita tidak lagi menilai segala sesuatu dari kacamata kita sebagai manusia, dari kacamata budaya atau latar belakang kita, kita mesti mengadopsi nilai-nilai Tuhan dan memandang masalah dari mata-Nya.

GS : Hal yang lain apa, Pak Paul ?

PG : Yang ketiga adalah kalau kita hamil di luar nikah, kita harus selalu memertimbangkan dampak jangka panjangnya. Secara langsung saya ingin mengingatkan, janganlah memutuskan untuk langsung menikah hanya karena kita hamil bila kita memang belum siap menikah. Pernikahan yang tidak dikehendaki yaitu pernikahan yang terpaksa dilakukan karena kehamilan hampir dapat dipastikan akan menjadi pernikahan bermasalah. Ini saya temukan berkali-kali dalam konseling dan ini pun tertera di banyak buku-buku konseling keluarga yaitu ketika kita diminta untuk mencari data-data, mengumpulkan data-data latar belakang pasangan nikah itu, hampir selalu kita temukan kalau mereka menikah karena terpaksa, bukannya kemauan mereka tapi terpaksa akibat kehamilan, hampir dapat dipastikan mereka nantinya menuai masalah dalam pernikahannya. Jadi nasihat saya, jangan menyelesaikan masalah dengan cara menciptakan masalah baru. Seolah-olah dengan kita menikah maka masalah selesai, rasa malu karena kehamilan tertutupi, tapi bukankah seringkali kita sedang menabur benih-benih masalah yang kelak nanti harus dituai.

GS : Justru biasanya pernikahan itu dianggap jalan keluar yang paling ampuh atau jalan satu-satunya. Pihak orang tua pun seringkali mendorong supaya kedua remaja ini segera menikah, supaya jangan terlihat aib yang lebih besar lagi, Pak Paul.

PG : Inilah kecenderungan kita, Pak Gunawan. Untuk menutupi aib akhirnya kita bersedia melakukan apa saja, kita tidak berpikir panjang “Kita lihat besok saja, sebab belum tentu masalah terjadi.” Tapi kita sudah tahu bahwa terlalu banyak pernikahan akhirnya bermasalah karena pada awalnya mereka tidak siap menikah. Jadi kesiapan menikah itu sangat penting. Kecocokannya apakah sudah bisa matang terjadi, apakah sudah ada saling pengertian yang kuat, apakah cinta juga sudah mencapai puncaknya. Jadi pernikahan itu sama seperti buah yang harus matang secara alamiah di pohon, baru benar-benar menjadi buah yang ranum untuk kita makan. Pernikahan pun seperti itu harus menjalani proses sampai waktunya tiba untuk kedua orang tersebut menikah. Kalau dipaksakan di depan akhirnya buah itu tidak matang dan manis dan malahan menjadi sangat masam sekali.

GS : Biasanya masalah yang timbul seringkali apa, Pak Paul ?

PG : Seringkali begini, Pak Gunawam, kalau seorang suami dan istri itu belum memunyai cinta maksudnya belum memunyai daya tahan yang kuat tapi kemudian sudah terlibat hubungan seksual, benar-benar nafsu menjadi bagian yang dominan dalam relasi itu, berarti apa? Waktu mereka harus menikah modal cinta mereka itu masih sangat terbatas. Dalam waktu yang tidak lama seks tidak lagi memunyai daya tariknya. Karena apa? Begitu seks dibolehkan dalam pernikahan tiba-tiba daya tarik itu langsung luntur kalau tidak ada cinta. Kalau ada cinta hubungan seksual masih terus bisa bertumbuh, tapi kalau tidak ada lagi cinta maka susah sekali untuk bisa memertahankan hubungan seksual dan cinta itu sendiri. Jadi akhirnya karena modal cinta minim maka rontoklah pernikahan itu, mudah marah belum lagi ada orang yang merasa dijebak “Kamu tahu bahwa saya belum siap untuk menikah, kenapa kamu tidak menjaga dan sebagainya.” Akhirnya menyalahkan pasangan, merasa dijebak padahal dia melakukannya dengan sukarela, tapi dia mudah saja melemparkan tanggungjawab itu kepada pasangannya. Jadi banyak hal yang mudah terjadi, Pak Gunawan, kalau kita belum siap untuk menikah.

GS : Jadi sebagian besar masalah-masalah itu timbul karena hubungan emosional dan hubungan sosial ini, Pak Paul. Karena yang dikuatirkan orang tua kadang-kadang masalah keuangan dan mereka bilang, “Kami akan mencukupi kebutuhan itu, tapi masalahnya lebih besar dari itu”.

PG : Jauh lebih kompleks, Pak Gunawan, uang hanyalah sebagian, bukan satu-satunya masalah yang harus dipecahkan. Misalkan satu hal lain lagi adalah karena mereka belum siap, mereka belum cukup waktu menyesuaikan diri, Pak Gunawan. Benar-benar belum melihat ketidakcocokannya, perbedaan-perbedaannya dengan jelas, tapi karena sudah terlanjur hamil langsung menikah, setelah menikahlah mereka menemukan betapa berbedanya pasangan dari yang dipikirkan sebelumnya. Penyesuaiannya menjadi sangat susah sekali, belum lagi ada orang yang merasa marah misalkan ia memunyai karier, kariernya terhenti gara-gara hamil di luar nikah sehingga harus menikah dan tidak bisa melanjutkan karier, harus menjaga anaknya, dia merasa hidupnya itu terbuang, meskipun awalnya dia berpartisipasi secara sukarela, tapi tidak bisa tidak kalau dia melihat ke belakang bertahun-tahun hidupnya itu terbuang. Jalurnya yang sudah dia rancang sekarang berbelok dengan begitu drastis. Dia benci, marah sekali, akhirnya kebencian itu dilampiaskan kepada pasangannya dan sering kali kepada anak itu sendiri.

GS : Hal yang keempat yang ingin Pak Paul sampaikan, apa ?

PG : Yang keempat, jika kita belum siap untuk menikah, putuskanlah untuk mengandung dan memunyai anak di luar pernikahan. Dalam hal ini silakan mencari orang tua yang tengah mencari anak untuk diadopsi atau hubungi lembaga adopsi, kita juga dapat menghubungi pelayanan Kristiani yang menampung ibu yang hamil di luar nikah atau pilihan terakhir adalah kita sendiri merawat dan membesarkan anak itu. Saya mengerti semua pilihan ini memerlukan pengorbanan namun pada akhirnya kita mengetahui bahwa kita telah menyelesaikan masalah dengan cara yang terbaik dan berkenan kepada Tuhan. Sekali lagi ini sebuah konsep yang mungkin baru sebab tadi Pak Gunawan sudah angkat juga, kenyataan di lapangan orang berpikir kalau sudah hamil langsung menikah. Itu jalan keluarnya, ternyata tidak! Ada jalan lain yang mungkin jauh lebih bijaksana untuk jangka panjangnya. Jangan berpikir kalau tidak menikah dan membesarkan anak itu sendiri, berarti kita berdosa. Hubungan itulah hubungan berdosa dan apa yang kita lakukan terhadap anak nantinya yang akan menimbulkan berdosa atau tidak berdosa. Kalau kita memutuskan memelihara anak itu dan kita merasa kita belum siap menikah dengan orang tersebut, silakan tidak perlu menikah dengan orang tersebut, serahkan anak itu untuk diadopsi atau nanti kita sendiri yang akan membesarkan anak tersebut. Itu tidak berdosa, itu bertanggungjawab memelihara anak yang Tuhan sudah titipkan kepada kita.

GS : Tapi itu sebuah keputusan yang dilematis, Pak Paul. Kalau bayi itu diserahkan kepada orang lain untuk diadopsi, sang ibu juga merasa bersalah tapi kalau dia mau memelihara sendiri, membesarkan sendiri, dia belum memunyai kemampuan yang cukup untuk membesarkan anaknya.

PG : Betul, saya pikir hampir semua ibu waktu menyerahkan anaknya untuk diadopsi akan merasa bersalah, tapi penghiburan buat dia adalah bahwa anak itu nanti dirawat oleh orang yang mengasihinya, oleh orang yang sudah menanti-nantikan anak, jadi mereka akan menyambut anak itu, melimpahkannya dengan kasih sayang. Sedangkan kalau kita yang merawatnya besar kemungkinan kita belum dalam posisi bisa merawatnya seperti itu. Jadi waktu kita serahkan kita mesti mengingat bahwa yang pertama anak itu tetap berada dalam tangan Tuhan sampai kapan pun, yang kedua anak itu juga berada di tangan orang yang memang menyambut dan menginginkan kehadirannya.

GS : Mungkin bisa pula dititipkan pada orang, Pak Paul, selama ibu ini masih belum siap. Sambil memersiapkan diri, anak ini dibesarkan oleh orang atau neneknya atau siapa sampai ibu ini siap untuk menerima anak itu kembali.

PG : Bisa juga. Jadi ada orang yang memutuskan menyerahkan anak itu untuk dirawat oleh orang tuanya sendiri, sehingga akhirnya anak itu diberi kesempatan untuk bertumbuh dalam rumah yang stabil dan nanti waktu si ibu sudah siap untuk mengambilnya kembali, dia bisa mengambilnya. Itu pun bisa dilakukan meskipun cara itu juga ada masalahnya, karena kalau nanti anak itu kembali ke si ibu misalkan setelah 10 tahun berarti ia 10 tahun tidak mengenal ibunya dengan baik dan penyesuaian tinggal dengan ibu kandungnya juga menjadi masalah. Tidak begitu gampang juga.

GS : Belum lagi kalau nanti sang ibu siap untuk menikah betul-betul, Pak Paul. Ini akan mempersulit anak yang lahir di luar nikah tadi itu ?

PG : Betul dan belum tentu si suami juga siap menerima adanya anak. Jadi banyak hal yang mesti dipertimbangkan dengan bijaksana.

GS : Di dalam memutuskan hal seperti itu, apakah pihak si remaja putra tadi perlu dilibatkan atau tidak ?

PG : Perlu, memang dua-duanya perlu dilibatkan sehingga dua-duanya memunyai suara apa yang mereka inginkan, sebab bagaimana pun juga anak ini adalah anak mereka.

GS : Jadi setelah peristiwa itu terjadi, apa yang harus dilakukan oleh kedua remaja ini, baik yang putra maupun yang putri.

PG : Mereka sebetulnya harus mengevaluasi kembali relasinya dengan si pacar. Maksud saya begini, tidak jarang melalui kehamilan kita mendapat pengertian yang lebih mendalam dan tepat tentang siapakah pacar kita itu. Sudah tentu pengertian ini bisa bersifat positif atau pun negatif. Misalnya, ada pacar yang tidak mau bertanggungjawab, lepas tangan, menyuruh aborsi, tidak mau tahu langsung menjauh, tidak lagi menghubungi, tidak lagi menelepon dan sebagainya. Kalau ini yang terjadi, sudah tentu ini memberi kepada kita informasi dan pengertian, “Ternyata inilah pacar saya, dalam kondisi seperti ini barulah saya lihat ‘warna aslinya’ “. Sudah tentu ini menjadi bahan yang kita gunakan untuk memertimbangkan. Sekali lagi saya ingatkan, selalu pertimbangkan dampak jangka panjang, ingatlah tidak ada keharusan buat kita menikah dengan dia. Jadi bila pada akhirnya kita tahu bahwa dia bukanlah pasangan hidup yang sesuai, akhirilah hubungan itu, jangan perpanjang. Jangan merasa berkeharusan bersama dengan dia karena sudah ada anak. Kalau ini hubungan yang tidak cocok, nantinya akan menuai masalah, kita mesti bijaksana untuk menyikapinya.

GS : Tapi itu berarti memberi kesempatan pada si remaja pria untuk tidak bertanggungjawab, Pak Paul ?

PG : Dalam pengertian dia tidak merawat si anak itu, memang betul. Kita melepaskan dia dari tanggungjawab itu, sebab kita mau memikirkan dampak panjang yang lebih luas. Dia sebagai ayah, kalau tingkah lakunya tidak bertanggungjawab sekarang, nanti dia lebih merugikan perkembangan si anak itu sendiri dan nanti akan memberikan beban tambahan kepada si ibu atau istrinya. Kita mau memikirkan bagaimana menyelamatkan sehingga tidak menambahkan masalah di atas masalah yang sudah terjadi. Anak itu sendiri harus diapakan? Sudah tentu orang tuanya harus memberikan kepadanya disiplin. Malangnya adalah dalam kasus yang seperti itu, anak itu tidak bertanggungjawab dan sebagainya, seringkali yang kita jumpai orang tuanya pun bermasalah, tidak memunyai hubungan yang harmonis, sudah lepas kendali, tidak lagi tahu bagaimana mengatasi anak. Sering kali itulah gambar keluarga di mana anak itu dibesarkan. Jadi susah untuk kita mau menjatuhkan sanksi atau meminta orang tuanya mendisiplin anak itu.

GS : Tapi ada pihak lain, orang tua yang memaksa mereka untuk menikah, Pak Paul.

Dari pihak yang pria atau yang wanita.

PG : Maka saya berharap masukan-masukan kita ini dapat didengarkan oleh mereka, sehingga mereka dapat memutuskan bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek tapi melihat jangka panjang dan dampak luasnya.

GS : Hal lain yang mau Pak Paul sampaikan, apa Pak ?

PG : Masukan keenam adalah, oleh karena kita telah berjalan dalam kehendak Tuhan dan bertindak bijaksana, kita pun dapat memperoleh keyakinan bahwa Tuhan akan terus menuntun langkah hidup kita. Jangan takut akan masa depan, jika Ia berkehendak kita menikah kita akan menikah. Ia akan menyediakan seseorang yang dapat mengasihi dan menerima kita apa adanya. Sebaliknya bila Tuhan berkehendak lain, Ia akan memampukan kita hidup untuk-Nya sebagai seorang lajang. Satu hal yang mesti kita camkan adalah bahwa Ia memberikan kita kesempatan kedua. Firman Tuhan di Mazmur 107:1-2 berkata, “Bersyukurlah pada Tuhan sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya”. Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus Tuhan, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan. Jadi Firman Tuhan jelas mengatakan, “Tuhan yang telah menebus kita dari kuasa yang menyesakkan akan terus menunjukkan kasih setia-Nya kepada kita”.

GS : Jadi berarti kita harus percaya pada janji-janji Tuhan dan pimpinan Tuhan dan Tuhan selalu berkata, “Jangan berbuat dosa lagi”, begitu Pak Paul ?

PG : Betul sekali.

GS : Tapi ada juga remaja yang setelah melakukan dosa seperti ini mengulangi lagi kesalahan yang sama, Pak Paul.

PG : Memang ada orang yang cepat belajar, ada orang yang lambat belajar. Mudah-mudahanlah mereka tidak lagi mengulangnya.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan tentunya perbincangan ini akan sangat bermanfaat bagi para pendengar kita sekalian. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Hamil Di Luar Nikah”. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.