KOMPAS.com – Harga GoFood yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalimat itulah yang bisa ditangkap dari sejumlah keluh kesah pelanggan GoFood di media sosial.

Pasalnya, sejumlah pelanggan mengeluhkan bahwa harga layanan pesan-antar makanan milik Gojek itu semakin mahal. Entah karena promo yang semakin minim, atau karena banyak biaya tambahan lainnya seperti biaya aplikasi (platform fee), biaya pemesanan (order fee), hingga biaya pengemasan (packaging charge).

Namun, yang perlu dipahami, harga layanan GoFood ini lebih tepat disebut menjadi “normal”, bukan semakin mahal.

Hal tersebut diungkapkan oleh Yuswohady, seorang pengamat dari Marketing & Managing Partner Inventure.

“Kondisi yang kemarin-kemarin, jangan berharap lagi, karena dulu itu tidak normal. (Harga GoFood) yang dulu itu terasa murah karena disubsidi,” kata Yuswohady saat dihubungi Kompas.com.

Subsidi yang diberikan oleh Gojek ini biasanya berupa diskon, cashback, hingga gratis ongkos kirim (ongkir).

Di kalangan startup, kegiatan bagi-bagi diskon, cashback, dan gratis ongkir itu populer disebut dengan istilah “bakar duit” atau burning money.

Bakar duit sendiri merujuk kepada kegiatan perusahaan rintisan dalam mengeluarkan modalnya secara terus-menerus untuk memberikan subsidi kepada konsumen dalam jangka waktu tertentu.

Modal yang dimiliki startup itu biasanya berasal dari suntikan dana dari banyak investor atau pemodal ventura. Modal inilah yang digelontorkan untuk menyubsidi layanan agar konsumen membayar dengan harga yang lebih rendah dibanding semestinya.

Masalahnya, kata Yuswohady, ekonomi global kini sedang bergejolak karena adanya berbagai krisis. Mulai dari pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, hingga inflasi di seluruh dunia. Alhasil, saat ini, modal menjadi sesuatu yang mahal dan sulit untuk didapatkan.

Di samping itu, saat ini, startup seperti Gojek juga sudah mulai beranjak dari era bakar duit, ke jalan menuju profitabilitas.

Makanya, Gojek tampaknya mau tak mau harus mulai menyetop subsidi dan justru membebankan biaya tersebut ke pada pelanggannya. Misalnya, pengguna GoFood perlu membayar biaya jasa aplikasi (platform fee) dan biaya pengemasan (packaging charge) yang besarannya berbeda-beda bergantung dengan toko atau merchant yang dipilih.

Pantauan Kompas.com, platform fee yang dikenakan biasanya sekitar Rp 3.000 hingga Rp 4.000. Sementara packaging fee mulai dari Rp 1.000 bahkan ada yang Rp 7.500.

Itulah yang kemungkinan besar menyebabkan pengguna mulai merasa minim diskon dan promo ketika membeli makanan via layanan pesan-antar makanan. Sehingga total harga yang dibayarkan menjadi naik dari sebelum-sebelumnya.

Baca juga: Mengenal GoTo, Payung Besar Penaung Gojek dan Tokopedia

Konsumen tetap setia order GoFood
Meski subsidi mulai dipangkas dan harga menjadi “normal”, pelanggan GoFood diprediksi bakal tetap menggunakan layanan ini. Sebab, Gojek dinilai sudah berhasil menarik hati konsumen (akuisisi pelanggan) dengan menawarkan harga layanan yang murah dengan metode bakar duit tadi.

“Bila harga sudah “normal”, mau nggak mau, konsumen akan tetap pakai (layanan pesan-antar makanan) karena sudah ketergantungan,” kata Yuswohady.

Dengan harga yang ditetapkan, entah dinilai mahal atau murah oleh pelanggan, GoFood tetap memberikan value kepada pelanggannya. Misalnya, pelanggan tidak usah repot-repot pergi ke restoran dan mengantre untuk membeli makan.

Dalam hal ini, konsumen hanya tinggal membuka aplikasi Gojek, buka menu GoFood, lalu pilih makanan dan bayar. Pengguna cukup leha-leha di rumah sambil menunggu pesananan makanan/minumannya sampai di rumah.

Setidaknya begitulah kata beberapa pengguna GoFood yang sempat ditanyai oleh Kompas.com tempo hari.

Salah satu pengguna GoFood bernama Adit yang tinggal di Bogor mengatakan dia tidak akan berhenti memesan makanan via aplikasi online, terlepas dari biaya tambahan-tambahan yang disebutkan di atas. Sebab, dia sudah telanjur setia dengan aplikasi pemesanan makanan online karena tidak ingin repot keluar rumah.

“Saya saat ini sudah telanjur nyaman dengan platform pemesanan makanan yang sudah ada. Sebab, saya merupakan pengguna setia dan kalau ada yang mudah, mengapa harus sulit-sulit membeli keluar?,” tutur Adit.

“Toh, biaya-biaya ekstra tadi juga mungkin saja dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi dan UMKM atau restorannya, dan biaya-biaya ini sejatinya bisa kita akali dengan promo,” imbuh Adit.

Senada dengan Adit, Putri yang memegang predikat sebagai “Anak Sultan” di program loyalitas GoClub karena sering memesan GoFood, juga mengaku tidak ada niat untuk berhenti menggunakan aplikasi pesan-antar makanan online karena sudah melekat di hatinya.

“Tidak ada niat untuk berhenti (memesan makanan online) karena saya sudah ketergantungan dengan aplikasi. Strateginya saat ini mungkin harus pintar-pintar cari promo yang membuat harga makanan jadi murah,” pungkas Galuh.

Soal banyaknya biaya tambahan yang mulai diberlakukan, konsumen mengaku memiliki strategi sendiri, yakni untuk rajin-rajin mencari promo demi mengakali harga GoFood yang dinilai makin mahal seperti saat ini.

Selain memudahkan pengguna memesan makanan secara online, GoFood juga memiliki berbagai fitur lengkap yang tampaknya semakin susah membuat konsumen “move on”.

GoFood memiliki berbagai fitur andalan seperti cashback berupa “GoPay Coins” yang bisa digunakan di aplikasi Gojek dan Tokopedia, fitur berlangganan “GoFood Plus” untuk menghemat biaya ongkir, “Order Sekaligus” di Dapur Bersama GoFood, dan program loyalitas pelanggan “GoClub” untuk mendapatkan benefit tambahan berupa diskon hingga prioritas order.

Baca juga: Disebut Punya Konsumen Loyal, Ini Kata Bos Gojek

GoFood bantu UMKM naik kelas
Di awal keberadaannya, Gojek belum terpikirkan untuk menghadirkan layanan pesan-antar makanan. Sejak didirikan tahun 2009 hingga 2014, Gojek hanya memiliki tiga layanan utama, yaitu “GoRide” sebagai layanan antar-jemput penumpang, “GoSend” sebagai layanan pengiriman dokumen, dan “GoShop” sebagai layanan untuk membeli hampir semua hal, dari mana saja.

Nah, di GoShop, pelanggan ternyata banyak yang memesan makanan dari restoran. Gojek pun melihat ini sebagai pelung. Sehingga meluncurkan GoFood sebagai layanan pesan-antar makanan di Gojek pada April 2015.

Di tahun 2022 ini, GoFood sudah genap berusia tujuh tahun. Sejak kelahirannya pada April 2015, GoFood konsisten menjadi partner pertumbuhan bagi mitra usaha, terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Segmen bisnis ini berhasil menunjukkan pertumbuhan pesat di masa pandemi sebesar 40 persen. Dalam hal ini, GoFood membantu usaha kuliner naik kelas, yaitu untuk go digital.

Layanan GoFood juga dinilai sebagai layanan pesan antar makanan terbaik dalam merespons situasi di tengah pandemi Covid-19 menurut UXAlliance, Usaria, dan Somia CX. Hal ini berkat adaptasi tampilan (user interface atau UI) dan pengalaman pelanggan (user experience atau UX) yang dikembangkan Gojek.

Selama pandemi, GoFood juga disebut berkontribusi pada keberlangsungan UMKM di Indonesia. Ini ditandai dengan adanya kenaikan pendapatan tertinggi yang didapat oleh mitra pelaku UMKM GoFood.

Adapun rata-rata kenaikannya mencapai 66 persen pada 2021 dibandingkan 2020. Bahkan, sebanyak 4 dari 5 pelaku UMKM percaya bahwa GoFood mendorong pertumbuhan usaha.

Baca juga: GoJek Klaim GoFood Jadi yang Terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara

Menurut mitra usaha, GoFood memberikan sejumlah manfaat, seperti kesempatan memperluas promosi dan akses pasar, kemudahan pengelolaan operasional melalui aplikasi “GoBiz”, serta kehadiran dukungan pelatihan kewirausahaan.

Dengan manfaat tersebut, jumlah pengusaha pemula yang memanfaatkan GoFood pun meningkat selama masa pandemi, yakni dari angka 31 persen pada 2020 menjadi 47 persen pada 2021.

Secara keseluruhan, ekosistem Gojek dan GoTo Financial—di luar Tokopedia—memberikan kontribusi sebesar Rp 249 triliun terhadap perekonomian Indonesia pada 2021. Kontribusi ini meningkat 60 persen jika dibandingkan capaian pada 2020.

Adapun kontribusi Gojek (termasuk layanan GoFood) dilaporkan setara dengan 1,6 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021 yang mencapai Rp 15,434 triliun.

Hal ini terungkap dari laporan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) yang berjudul “Dampak Ekosistem Gojek terhadap Perekonomian Indonesia 2021: Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional.

Baca juga: Riset: Gojek Sumbang Rp 249 Triliun untuk Ekonomi Indonesia Pada akhir 2020, tercatat 750.000 mitra usaha kuliner di Tanah Air bergabung bersama GoFood, khusus kategori UMKM meningkat 50 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat pada 2022 ini.

Per Oktober 2022, GoFood dilaporkan telah memiliki lebih dari 1,4 juta mitra usaha, di mana 99 persen di antaranya merupakan UMKM kuliner.

Tahun 2023 mendatang, Gojek melalui GoFood bakal terus mendorong kemajuan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kuliner Indonesia dengan program-program dari Komunitas Partner GoFood (KOMPAG).

KOMPAG yang dibentuk pada 2019 ini hadir agar pelaku UMKM kuliner dari segala tingkatan bisnis bisa naik kelas hingga mampu terus bersaing di tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner.

Tahun depan, GoFood bersama KOMPAG memiliki dua fokus utama dalam mendorong kemajuan UMKM Kuliner di Indonesia.

Pertama, adalah mentorship dan pengembangan skala bisnis. Upaya ini akan memperkuat pelatihan bersama mentor dan Ketua KOMPAG dan juga pakar industri untuk mitra usaha GoFood dengan fokus topik pengembangan skala bisnis.

Fokus kedua adalah ekspansi di kota-kota baru. Tujuannya untuk mendukung mitra usaha GoFood se-Indonesia agar dapat lebih terhubung bersama.

Baca juga: Ratu Belanda Kagumi Gojek saat Pidato di KTT G20

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link /kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.