Beranda Download Kajian Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid Tata Cara Shalat Istikharah dan Doa Istikharah Beserta Penjelasan

Tata Cara Shalat Istikharah dan Doa Istikharah Beserta Penjelasan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitabKifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan olehSyaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 21 Shafar 1441 H / 20 Oktober 2019 M.

Pembahasan halaman ke-79 pada kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Penerjemah: Ustadz Iqbal Gunawan, M.A.

Download mp3 kajian sebelumnya: Amalan Yang Dicintai Allah Adalah Yang Dilakukan Terus-Menerus Walupun Sedikit

Kajian Islam Ilmiah Tentang Tata Cara Shalat Istikharah dan Doa Istikharah Beserta Penjelasan
Penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan, dan sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu berkata dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kita doa istikharah pada setiap perkara sebagaimana beliau mengajarkan kami satu surat dari Al-Qur’an. Beliau mengatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا هَمَّ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُلُ: اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ:فِي عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ: فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ

Apabila salah seorang di antara kalian ingin melakukan sesuatu perkara hendaklah dia shalat dua rakaat kemudian berdoa: “Ya Allah aku meminta pilihan yang tepat dengan pengetahuanmu dan aku minta ditakdirkan dengan kekuasaanmu dan aku memohon dari karuniaMu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa dan aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah jika dalam pengetahuan bahwa perkara ini baik untuk agamaku, kehidupanku , akibat akhir urusanku – atau dia berdoa: baik urusan dunia maupun akhiratku-, maka takdirkanlah perkara ini untukku. Dan jika dalam pengetahuanMu perkara ini buruk bagiku, buruk bagi agamaku, kehidupanku, akibat akhir urusanku, -atau dia mengatakan: untuk duniaku dan akhirat-, maka palingkanlah perkara itu dariku dan palingkanlah aku darinya dan takdirkan kebaikan untukku dimanapun dia berada kemudian jadikan aku ridha dengan perkara tersebut. Dan ia menyebutkan perkara yang diistikharahkan.

Ini adalah doa istikharah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan tentang hadits istikharah dan disyariatkan bagi seseorang untuk melakukan atau membaca doa ini jika ingin melakukan satu perkara baik itu yang berkaitan dengan perkara-perkara dunia maupun perkara-perkara yang dia tidak mengetahui akibat dari perkara tersebut.

Dan juga disyariatkan apabila seseorang ragu untuk melakukan suatu perbuatan, maka hendaklah ia melakukan shalat kemudian ia menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertawakal kepadanNya, bersandar hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengharap dari Allah pilihan yang terbaik. Karena seorang yang istikharah, maka dia tidak akan rugi. Dan barangsiapa yang menyerahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mana segala urusan di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana FirmanNya:

مَّا يَفْتَحِ اللَّـهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۖ وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِن بَعْدِهِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٢﴾

“Rahmat apa saja yang Allah buka untuk manusia maka tidak ada yang dapat menahannya. Dan apa yang Allah tahan dari rahmat, maka tidak ada yang dapat melepaskannya setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir[35]: 2)

Dan doa istikharah ini -yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada umat Islam- sebagai pengganti dari kebiasaan orang-orang jahiliyah yang dahulu mereka mengundi dengan anak panah atau dengan cara melepaskan burung atau dengan cara-cara yang lain yang dahulu mereka kerjakan untuk mengetahui apakah perkara yang mereka ingin lakukan baik atau buruk. Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi umat Islam dari perbuatan jahiliyah ini.

Maka apabila seorang muslim ingin mengerjakan sesuatu hendaklah ia segera melakukan shalat dua rakaat, berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik doa itu dia baca setelah dia salam dengan doa-doa yang kita bacakan tadi yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana Nabi dahulu mengajarkan para sahabat satu surat dari Al-Qur’an.

Dan ini menunjukkan agungnya doa-doa ini, juga menunjukkan pentingnya kita menghafal lafadz dari doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka seyogyanya bagi kita semua untuk memperhatikan doa ini yaitu dengan cara; (1) dengan berusaha menghafal lafadznya sebagaimana diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, (2) dengan cara memahami makna dan tujuan-tujuan dari doa ini. Karena doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan semakin kuat manfaatnya apabila seseorang benar-benar memahami makna dari doa tersebut. Karena tentu sangat berbeda antara orang yang berdoa kemudian ia faham makna arti dari doa yang ia ucapkan dengan orang yang berdoa namun dia tidak memahami makna dan arti dari doa yang dia baca.

Kemudian seorang muslim juga di tuntut untuk senantiasa mengulang-ulang doa ini ketika ia ingin melakukan sesuatu hajat terutama apabila dia ragu dan tidak mengetahui akibat akhir dari perkara tersebut.

Oleh karena itu tidak dianjurkan atau tidak diperbolehkan beristikharah untuk suatu perkara yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambaNya. Karena perkara yang wajib harus segera dilaksanakan dan perkara yang diharamkan harus segera di tinggalkan. Adapun perkara-perkara lain seperti masalah seorang ingin melakukan safar atau perjalanan atau ingin melakukan satu transaksi atau perdagangan, maka dianjurkan untuk beristikharah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melakukan shalat istikharah dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meminta kepada Allah untuk memberikannya pilihan yang terbaik dengan cara ia serahkan urusannya kepada Dzat yang ditangannya segala perkara. Karena tidak akan rugi orang yang beristikharah dan menyerahkan urusannya hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Perkataan penulis kitab ini Rahimahullah, “Dahulu Nabi kita mengajarkan shalat istikharah dalam segala perkara sebagaimana beliau mengajarkan kami surat dari Al-Qur’an.” Yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa istikharah sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al-Qur’an karena seseorang dituntut untuk menghafal lafadz-lafadz dari doa istikharah ini dan membacanya sebagaimana diajarkan oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan tidak mengapa jika seseorang tidak menghafal doa ini dan dia butuh untuk istikharah dengan membacanya dari kertas atau jika dia tidak mampu menghafalnya maka bisa dengan cara membacanya dari kertas dan kemudian dia baca setelah dia shalat.

Perkataan beliau, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kami doa istikharah untuk segala perkara.” Ini menjelaskan kepada kita bahwasanya istikharah ini untuk segala perkara-perkara penting yang ingin dilakukan oleh seseorang terutama jika perkara tersebut tidak diketahui akibatnya apakah perkara tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat, apakah ia akan beruntung atau akan rugi, apakah dia akan sukses atau tidak sukses? Maka sebelum ia melakukan suatu perkara dia beristikharah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdoa kepadaNya dengan membaca doa-doa yang agung dan penuh berkah ini.

Shalat Dua Rakaat

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jika seseorang ingin melakukan suatu urusan maka hendaklah dia shalat dua rakaat.” Yaitu jika dia telah berazam ingin melakukan satu perkara. Karena والهمِّ di sini adalah keinginan kuat untuk melakukan suatu perkara. Dalam satu riwayat disebutkan من غير الفريضة (artinya shalat tersebut bukan shalat wajib), bisa jadi shalat sunnah rawatib atau tahiyatul masjid atau ia sengaja melakukan shalat dua rakaat untuk berdoa istikharah setelahnya. Yang penting shalat yang dilakukan tersebut bukan shalat yang wajib.

Tidak ada dalam riwayat-riwayat dalam hadits yang menunjukkan surat tertentu atau ayat-ayat tertentu yang harus dibaca ketika seseorang shalat istikharah. Akan tetapi ia boleh membaca surat atau ayat apa saja dalam shalat tersebut.

Dan dua rakaat ini adalah wasilah atau tawassul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga doa yang dia panjatkan diijabah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena shalat adalah perkara yang sangat baik seorang bertawasul dengan doa tersebut agar doanya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena shalat adalah penghubung antara seorang hamba dan Rabbnya. Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah, “Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada seorang yang ingin berdoa untuk melakukan shalat dua rakaat sebelum ia berdoa sebagai bentuk penghambaan dia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum dia bermunajat kepadaNya dan dua rakaat tersebut bukan shalat yang wajib agar benar-benar ia lakukan shalat tersebut untuk hajat yang ia ingin minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Waktu Membaca Doa Istikharah

Dan ia berdoa dengan doa istikharah setelah selesai dari shalat baik sebelum ia salam ataupun setelahnya. Dan yang lebih baik –wallahu a’lam– adalah dia berdoa setelah salam. Karena dalam hadits disebutkan, “Kemudian dia shalat dua rakaat kemudian berdoa.” Kata ” ثُمَّ (kemudian)” menunjukkan ada jarak antara shalat dan doa tersebut. Maka yang lebih baik yaitu berdoa setelah salam. Namun apabila ia berdoa sebelum salam maka juga tidak mengapa. Dan apabila seseorang membaca doa istikharah setelah salam, maka boleh baginya untuk mengangkat kedua tangannya dan membaca doa yang kita bacakan tadi berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sungguhnya Tuhan kalian Maha Pemurah, dan Ia malu dari hambaNya jika ia mengangkat kedua tangannya dan ia turunkan dalam keadaan tangan kosong.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi Ahmad)

Dan apabila ia berdoa membaca doa istikharah sebelum salam maka tidak mengangkat tangannya karena waktu tersebut bukan waktu seseorang dibolehkan untuk mengangkat kedua tangan.

Penjelasan Bacaan Doa Istikharah

Doa yang dibaca ketika istikharah (اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ), huruf س di sini yaitu menunjukkan bahwasanya seorang meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meminta pilihan yang tepat untuknya dengan cara ia menyerahkan segala urusan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Kemudian ia menyebutkan perkara yang ia melakukan istikharah disebabkan perkaratan tersebut.

Kemudian perkataan beliau, “dengan aku meminta pilihan yang tepat dengan ilmuMu.” Ini adalah tawasul dengan ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui segala sesuatu. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, apa yang belum terjadi dan bagaimana jika hal tersebut terjadi.

Kemudian bacaan, “Aku memohon takdirMu dengan kekuasaanMu dan aku memohon karuniaMu yang agung.” Ini juga adalah bentuk tawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaanNya. Karena dalam berdoa seorang wajib untuk memperhatikan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pas dengan apa yang ia minta. Ketika ia meminta kepada Allah pilihan yang tepat, maka yang pas adalah ia bertawasul kepada Allah dengan ilmu Allah. Dan ketika ia meminta dimudahkan urusannya, dikuasakan untuk melakukan sesuatu, maka yang pas ia bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena apabila Allah tidak memudahkannya, hal tersebut tidak akan menjadi mudah dan justru menjadi sulit baginya.

Juga doa atau bacaan, “Sungguhnya Engkau Maha Kuasa dan aku tidak berkuasa.” Yaitu artinya Engkau mampu untuk membuat aku mampu melakukan perkara tersebut dan aku tidak mampu untuk menguasakan diriku melakukan hal tersebut.

Bacaan, “Dan Engkau tahu dan aku tidak tahu.” Ini menunjukkan pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang akibat akhir dari segala perkara, baik itu bermanfaat atau mudharat dan aku tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Ini adalah tawasul atau wasilah yang paling besar yang seorang bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawasul tersebut. Yang pertama yaitu yang menampakan kebutuhannya, kelemahannya, kekurangan ilmunya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ia tidak mengetahui, tidak kuasa, tidak ada kemampuan dan tidak ada kekuatan yang ia bisa lakukan kecuali dengan kemampuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka seorang menampakan kebutuhannya, kelemahannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang kedua ia bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaanNya yang sempurna, dengan ilmuNya yang sangat luas yang meliputi segala sesuatu.

Kemudian bacaan, “Dan Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang gaib.” Yaitu ilmuMu meliputi segala sesuatu. Engkau mengetahui perkara yang tidak tampak, perkara yang tersembunyi, perkara yang batin, bahkan rahasia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sesuatu yang nampak dan sesuatu yang ghaib bagi manusia maka sangat jelas bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sedikitpun yang tersembunyi di ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah:

سَوَاءٌ مِّنكُم مَّنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَن جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ ﴿١٠﴾

“Sama saja bagi kalian merahasiakan ucapan atau berkata terus terang atau seorang yang bersembunyi dimalam hari atau menampakkan diri di siang hari, semua nampak bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 10)

Bacaan, “Ya Allah, jika dalam pengetahuanMu bahwasanya perkara ini baik untukku.” Di sini ada penyerahan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah memilih pilihan yang tepat bagi seorang hambaNya. Dan hanya Allah yang mengetahui kebaikan segala urusan. Maka seorang hamba menyerahkan urusannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdoa dengan mengatakan:

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ

“Ya Allah jika dalam pengetahuanMu.”

Kemudian ia menyebutkan perkara yang ia istikharah dengannya, “Perjalananku ini atau pernikahanku dengan Fulanah binti Fulan atau pertemananku dengan Fulan bin Fulan dan seterusnya.” Ia menyebutkan kebutuhannya.

Kemudian dia mengatakan:

خَيْرٌ لِى فِى دِينِى

“Baik untuk agamaku.”

Bahkan seandainya perkara tersebut adalah perkara dunia (baik itu perdagangan atau selainnya), maka boleh seseorang meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihan yang tepat dan menjadikan perkara tersebut baik untuk agamanya. Karena perkara-perkara dunia jika Allah Subhanahu wa Ta’ala beri taufiq kepada seorang hamba dan Allah memilihkan kepadanya pilihan yang tepat, maka perkara dunia tersebut akan menjadi penolong baginya untuk agama dan ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan apabila perkara dunia tersebut tidak membantunya untuk melakukan ketaatan, maka perkara tersebut bisa menyebabkan dia melampaui batas.

Kemudian dia mengatakan:

وَمَعَاشِى

“dan kehidupanku.” Yaitu untuk maslahat-maslahat duniaku.

وَعَاقِبَةِ أَمْرِى

“dan akibat akhir dari urusanku.” Yaitu pada hari kiamat ketika kita berada dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihan yang tepat agar hal tersebut menjadi kebaikan untuk agama kita, untuk dunia kita dan untuk akhirat kita.

Maka terkumpul tiga perkara didalam doa yang penuh berkah ini. Doa yang sangat baik yang diajarkan atau sering dibaca oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu doa:

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Ya Allah perbaikilah agamaku yang menjadi pokok segala urusanku, Ya Allah perbaikilah duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, Ya Allah perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, jadikanlah kehidupanku sebagai tambahan untukku dari segala kebaikan, dan jadikanlah kematian adalah istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR. Muslim 2720)

Maka seseorang berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kebaikan tiga perkara ini.

Kemudian dia mengatakan:

أَوْ قَالَ:فِي عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ

“atau dia mengatakan untuk perkara duniaku dan perkara akhiratku.”

Ini ada keraguan dari periwayat hadits ini. Maka ketika dia berdoa tidak dikumpulkan (membaca lafadz yang pertama tadi atau lafadz ini, akan tetapi cukup salah satunya).

Simak penjelasannya pada menit ke-32:10

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Tata Cara Shalat Istikharah dan Doa Istikharah Beserta Penjelasan

Jangan lupa untuk turut menyebarkan link download kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui :

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website:

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: