بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

TATA CARA SUJUD SAHWI SECARA RINGKAS MUDAH DIINGAT

Mengenai hukum Sujud Sahwi, para ulama berselisih menjadi dua pendapat. Ada yang mengatakan wajib, dan ada pula yang mengatakan Sunnah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati adalah pendapat yang menyatakan wajib. Hal ini disebabkan dua alasan:

1. Dalam hadis yang menjelaskan Sujud Sahwi seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah wajib.

2. Nabi ﷺ terus menerus melakukan Sujud Sahwi ketika ada sebabnya, dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya.

Pendapat yang menyatakan wajib semacam ini dipilih oleh ulama Hanafiyah, salah satu pendapat dari Malikiyah, pendapat yang jadi sandaran dalam Madzhab Hambali, ulama Zhohiriyah dan dipilih pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/ 463]

Pertama: Karena adanya kekurangan

Rincian 1: Meninggalkan Rukun Salat seperti lupa rukuk dan sujud

1a) Jika meninggalkan Rukun Salat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada rakaat berikutnya, maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan Sujud Sahwi di akhir salat.

1b) Jika meninggalkan Rukun Salat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada rakaat berikutnya, maka rakaat sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi jadi batal. Ketika itu, ia membatalkan rakaat yang terdapat kekurangan rukunnya tadi dan ia kembali menyempurnakan salatnya. Kemudian hendaklah ia melakukan Sujud Sahwi di akhir salat.

1c) Jika lupa melakukan melakukan satu rakaat atau lebih (misalnya baru melakukan dua rakaat salat Zhuhur, namun sudah salam ketika itu), maka hendaklah ia tambah kekurangan rakaat ketika ia ingat. Kemudian hendaklah ia melakukan Sujud Sahwi sesudah salam.

Keadaan semacam ini sudah dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah tentang Dzul Yadain. Abu Hurairah berkata:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ إِمَّا الظُّهْرَ وَإِمَّا الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِي رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَتَى جِذْعًا فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ فَاسْتَنَدَ إِلَيْهَا مُغْضَبًا وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ فَهَابَا أَنْ يَتَكَلَّمَا وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ قُصِرَتْ الصَّلَاةُ فَقَامَ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقُصِرَتْ الصَّلَاةُ أَمْ نَسِيتَ فَنَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمِينًا وَشِمَالًا فَقَالَ مَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالُوا صَدَقَ لَمْ تُصَلِّ إِلَّا رَكْعَتَيْنِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ

“Rasulullah ﷺ mengimami kami salat pada salah satu dari dua salat petang, mungkin salat Zuhur atau Asar. Namun pada rakaat kedua beliau sudah mengucapkan salam. Kemudian beliau pergi ke sebatang pohon kurma di arah Kiblat masjid, lalu beliau bersandar ke pohon tersebut dalam keadaan marah. Di antara jamaah terdapat Abu Bakar dan Umar, namun keduanya takut berbicara. Orang-orang yang suka cepat-cepat telah keluar sambil berujar: “Salat telah diqashar (dipendekkan).”

Sekonyong-konyong Dzul Yadain berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah salat dipendekkan ataukah Anda lupa?”

Nabi ﷺ menengok ke kanan dan ke kiri, lalu bersabda: “Betulkan apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?”

Jawab mereka: “Betul, wahai Rasulullah. Engkau salat hanya dua rakaat.”

Lalu beliau salat dua rakaat lagi, lalu memberi salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” [HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573]

Yang dimaksud dengan Rukun Salat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat salat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka salat pun tidak teranggap secara syari, dan juga tidak bisa diganti dengan Sujud Sahwi.

Meninggalkan Rukun Salat ada dua bentuk:

Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini salatnya batal dan tidak sah, dengan kesepakatan para ulama.

Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian:

– Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.

– Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka salatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama) berpendapat, bahwa rakaat yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.

– Jika yang ditinggalkan adalah Takbiratul Ihram, maka salatnya harus diulangi dari awal lagi, karena ia tidak memasuki salat dengan benar. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/ ]

Rincian 2: Meninggalkan Wajib Salat seperti Tasyahud Awal

2a) Jika meninggalkan Wajib Salat lalu mampu untuk kembali melakukannya dan ia belum beranjak dari tempatnya, maka hendaklah ia melakukan Wajib Salat tersebut. Pada saat ini tidak ada kewajiban Sujud Sahwi.

2b) Jika meninggalkan Wajib Salat lalu mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya, namun belum sampai pada rukun selanjutnya, maka hendaklah ia kembali melakukan Wajib Salat tadi. Pada saat ini juga tidak ada Sujud Sahwi.

2c) Jika ia meninggalkan Wajib Salat, ia mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya dan setelah sampai pada rukun sesudahnya, maka ia tidak perlu kembali melakukan Wajib Salat tadi, ia terus melanjutkan salatnya. Pada saat ini ia tutup kekurangan tadi dengan Sujud Sahwi.

Keadaan tentang Wajib Salat ini diterangkan dalam hadis Al Mughirah bin Syu’bah. Ia mengatakan, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلاَ يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَىِ السَّهْوِ

“Jika salah seorang dari kalian berdiri dari rakaat kedua (lupa Tasyahud Awal) dan belum tegak berdirinya, maka hendaknya ia duduk. Tetapi jika telah tegak, maka janganlah ia duduk (kembali). Namun hendaklah ia Sujud Sahwi dengan dua kali sujud.” [HR. Ibnu Majah no. 1208 dan Ahmad 4/253]

Yang dimaksud Wajib Salat adalah perkataan atau perbuatan yang diwajibkan dalam salat. Jika Wajib Salat ini lupa dikerjakan, bisa ditutup dengan Sujud Sahwi. Namun jika Wajib Salat ini ditinggalkan dengan sengaja, salatnya batal jika memang diketahui wajibnya. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/328]

Rincian 3: Meninggalkan Sunnah Salat

Dalam keadaan semacam ini tidak perlu Sujud Sahwi, karena perkara sunnah tidak mengapa ditinggalkan.

Kedua: Karena adanya penambahan

1. Jika seseorang lupa sehingga menambah satu rakaat atau lebih, lalu ia mengingatnya di tengah-tengah tambahan rakaat tadi, hendaklah ia langsung duduk, lalu tasyahud akhir, kemudian salam. Kemudian setelah itu ia melakukan Sujud Sahwi sesudah salam.

2. Jika ia ingat adanya tambahan rakaat setelah selesai salam (setelah salat selesai), maka ia Sujud Sahwi ketika ia ingat, kemudian ia salam.

Pembahasan ini dijelaskan dalam hadis Ibnu Mas’ud:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ » . قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا . فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ

“Rasulullah ﷺ pernah melakukan salat Zuhur lima rakaat. Lalu ada yang menanyakan kepada beliau: “Apakah engkau menambah dalam salat?” Beliau pun menjawab: “Memangnya apa yang terjadi?” Orang tadi berkata: “Engkau salat lima rakaat.” Setelah itu Nabi ﷺ sujud dua kali setelah ia salam tadi.” [HR. Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572]

Yang dimaksud Sunnah Salat adalah perkataan atau perbuatan yang dianjurkan untuk dilakukan dalam salat, dan yang melakukannya akan mendapatkan pahala. Jika Sunnah Salat ini ditinggalkan tidak membatalkan salat, walaupun dengan sengaja ditinggalkan, dan ketika itu pun tidak diharuskan Sujud Sahwi. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/336]

Ketiga: Karena adanya keraguan

1. Jika ia ragu-ragu, semisal ragu telah salat tiga atau empat rakaat, kemudian ia mengingat dan bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia anggap yakin. Kemudian ia nantinya akan melakukan Sujud Sahwi sesudah salam.

2. Jika ia ragu-ragu, semisal ragu telah salat tiga atau empat rakaat, dan saat itu ia tidak bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia yakin (yaitu yang paling sedikit). Kemudian ia nantinya akan melakukan Sujud Sahwi sebelum salam.

Mengenai permasalahan ini sudah dibahas pada hadis Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” [HR. Muslim no. 571]

Juga terdapat dalam hadis ‘Abdurahman bin ‘Auf, ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا سَهَا أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ وَاحِدَةً صَلَّى أَوْ ثِنْتَيْنِ فَلْيَبْنِ عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ ثِنْتَيْنِ صَلَّى أَوْ ثَلاَثًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثِنْتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ ثَلاَثًا صَلَّى أَوْ أَرْبَعًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلاَثٍ وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

“Jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam salatnya hingga tidak tahu satu rakaat atau dua rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaknya ia hitung satu rakaat. Jika tidak tahu dua atau tiga rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua rakaat. Dan jika tidak tahu tiga atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung tiga rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.” [HR. Tirmidzi no. 398 dan Ibnu Majah no. 1209. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Sahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1356)

Yang perlu diperhatikan: Seseorang tidak perlu memerhatikan keragu-raguan dalam ibadah pada tiga keadaan:

a) Jika hanya sekadar was-was yang tidak ada hakikatnya.

b) Jika seseorang melakukan suatu ibadah selalu dilingkupi keragu-raguan, maka pada saat ini keragu-raguannya tidak perlu ia perhatikan.

c) Jika keraguan-raguannya setelah selesai ibadah, maka tidak perlu diperhatikan selama itu bukan sesuatu yang yakin.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 (450) (silakan mendaftar terlebih dahulu)

Website: /

/nasihatsahabatcom/

Instagram: NasihatSahabatCom

Telegram: /nasihatsahabat

Pinterest: /nasihatsahabat

TATA CARA SUJUD SAHWI SECARA RINGKAS MUDAH DIINGAT

TATA CARA SUJUD SAHWI SECARA RINGKAS MUDAH DIINGAT

TATA CARA SUJUD SAHWI SECARA RINGKAS MUDAH DIINGAT

Silakan dishare, semoga bermanfaat untuk lainnya..