cara wudhu perlu kita dalami agar paham dan benar wudhu kita.

Dalam ajaran Islam wudlu merupakan salah satu amalan yang sangat fundamental. Di mana wudlu merupakan pintu utama untuk masuk ke ibadah-ibadah yang lain. Ada beberapa ibadah yang mensyaratkan untuk suci.

Jadi tanpa Suci kita tidak bisa mengerjakan amalan ibadah tersebut. Dalam artian, apabila kita dalam keadaan berhadas, baik hadas kecil atau hadas besar maka kita tidak bisa menjalankan ibadah tersebut.

mengetahui cara wudlu yang baik dan benar adalah sesuatu yang sangat penting bagi umat Islam.

Bayangkan saja bagaimana kita bisa menjalankan ibadah dengan sempurna kalau wudlu kita saja maih kacau dan amburadul. Bagaimana kita bisa menyempurnakan ibadah dalam rangka untuk taat kepada Allah kalau wudlu kita saja masih banyak yang salah.

Maka mempelajari dan memahami ilmu tentang wudhu adalah sesuatu yang sangat penting sebelum mempelajari ilmu ilmu agama Islam yang lain.

Definisi wudlu

Sobat, sebelum kita belajar tentang tata cara wudhu, mari kita belajar tentang definisi dari wudhu.

Definisi wudlu adalah menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Pengertian seperti inilah yang dimaksud dalam pembahasan kita kali ini. Adapun kata Al Wadlu berarti air yang telah digunakan untuk berwudhu dalam rangka untuk mensucikan diri dari hadas kecil. Wudlu merupakan salah satu syarat salat yang paling penting kmenurut syariat. Berdasarkan firman Allah di dalam Al-Quran. Dimana Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak mengerjakan salat maka basuhlah muka dan tangan kalian sama dengan siku dan sapulah kepala kalian dan basuh kaki kalian sampai kedua mata kaki” (QS al-maidah 5:6)

Ayat-ayat ini termasuk ayat madaniyah. Dan juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits shahih Al Bukhari dan Muslim.

Dimana hadis ini diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu berupa sebuah hadist yang marfu’. “Sesungguhnya Allah tidak menerima salat salah satu kalian yang berhadas sehingga orang itu berwudhu.”

Dan dalam hadits lain “merupakan sebagian dari iman” HR Ibnu Abi syaibah dari Hasan bin Atthiyyah berupa hadits Mursal. Hadits ini dhaif.

Pendapat yang benar adalah bahwa wudlu diwajibkan di Madinah. dan wudlu bukan termasuk amalan yang hanya dikhususkan bagi umat Islam saja, kecuali pada bagian Al-Ghurroh (membasuh muka melebihi batasan yang wajib) dan At-tahjil (membasuh tangan lebih batasan yang wajib).

Banyak keterangan yang menjelaskan keutamaan yaitu diantaranya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Malik dan lainnya berupa hadits marfu’ dari sahabat Abu Hurairah Rasulullah radhiyallahu anhu:

“Ketika seorang hamba muslim atau Mukmin berwudlu, lalu dia membasuh mukanya maka dari wajahnya akan keluar setiap dosa yang terjadi disebabkan kedua tangannya bersama dengan air atau tetesan Terakhir Air wudlunya. Jika dia membasuh kedua tangannya. Maka dari kedua tangannya keluar setiap dosa yang terjadi disebabkan langkah kedua kakinya bersama dengan air atau Tetesan Terakhir air wudlunya. Dan ketika dia membasuh kedua kakinya. Maka akan keluar setiap dosa yang terjadi disebabkan langkah kedua kakinya bersama dengan air atau tetesan terakhir air wudhunya. Sehingga dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa dosa.”

Baca juga Tips mengelola uang saku anak agar tidak boros

Rukun wudlu yang perlu kita ketahui
bacaan wudlu dan tata cara wudhu yang baik dan benar sangat penting bagi kita. Agar ibadah kita diterima disisi Allah. Tahukah anda bahwa rukun wudhu itu jumlahnya ada 6:

1# Niat ketika membasuh muka
Niat secara etimologi artinya adalah sengaja (Al Qashd). Adapun menurut syara’ niat adalah menyengaja melakukan sesuatu yang diiringi dengan tindakan.

Hukum niat adalah wajib. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung kepada niat”.

Niat merupakan fardhu dalam menjadikan hadas Tapi menurut pendapat yang shahih niat tidak wajib ketika menghilangkan najis.

Tujuan menghilangkan najis adalah supaya najis tersebut hilang. Hal itu bisa dicapai dengan pencucian. Berbeda dengan hadas karena bersuci dari hadas merupakan bentuk ibadah. Orang kafir tidak dapat melakukannya. Bersuci yang dilakukan orang murtad tidak sah sama sekali sebagai penekanan terhadapnya.

Waktu niat didalam yaitu di saat pertama kali membasuh bagian wajah karena membasuh wajah merupakan rukun wudhu pertama yang wajib dilakukan.

Tata cara niat dalam berwudhu yaitu hendaknya meniatkan dalam salah satu dari tiga hal sebagai berikut:

1 Berniat untuk menghilangkan hadas atau bersuci dari hadas. Maksudnya adalah menghilangkan hukum hadas tersebut karena pada kenyataannya ada tidaklah “hilang.”

2 Berniat untuk dapat melakukan salat atau ibadah lainnya yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan suci seperti ibadah tawaf dan menyentuh mushaf.

3 Berniat untuk menunaikan fardlu wudlu atau menunaikkan wudlu. Meskipun yang berniat adalah anak kecil.

Jika orang yang akan berwudhu dan niat bersuci untuk salat atau bersuci untuk ibadah selain salat yang harus dilakukan denganwudlu maka dia niat semacam ini sudah cukup.

Demikian seperti pendapat Imam Nawawi ” Jika seseorang berniat hanya dengan niat saja hukumnya sah menurut pendapat yang ashah.

Akan tetapi jika orang tersebut berniat untuk bersuci (melakukan Thaharah) tanpa menyatakan Apakah thaharah itu dilakukan untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan najis, menurut pendapat yang shahih niat tersebut belum mencukupi karena yang disebut Thaharah adalah bersuci dari hadas atau bersuci dari najis.

Oleh karena itu wajib menyatakan niat yang dapat membedakan salah satu dari keduanya. Jika seseorang yang berwudhu berniat untuk menghilangkan hadas dan sekaligus agar salatnya sah hal itu sudah dianggap sebagai niat yang sempurna.”

Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kifayatul Akhyar jika seseorang berniat untuk mandi saja atau dalam keadaan junub maka niat tersebut belum cukup.

seseorang berwudhu untuk melakukan ibadah sunnah, cukuplah baginya untuk berniat agar bisa untuk salat. Jika orang yang berwudhu berniat hanya untuk berwudhu dan sekaligus untuk menyegarkan dan membersihkan badan niat tersebut dianggap cukup dan diperbolehkan menurut pendapat yang shahih.

Tapi jika orang tersebut berniat hanya untuk menyegarkan badan tanpa niat untuk menghilangkan hadas maka dia tidak sah melakukan sholat dengan wudlu tersebut.

Ketetapan hukum ini lalu dianalogikan dengan seseorang yang memperbarui wudlu bahwa niatnya tidak memadai jika dilakukan hanya untuk menghilangkan hadas atau hanya demi keabsahan salat yang dilakukan.

Al Isnawi berkata “Ada Pendapat yang menyatakan bahwa niat tersebut sudah memadai sebagaimana halnya niat untuk salat yang diulang tetapi dapat ini mushkil karena telah keluar dari kaidah. Harusnya tidak bisa dianalogikan dengan sholat yang diulang.

Jika seseorang berwudhu dengan niat untuk melaksanakan ibadah yang sunnah dilakukan dengan wudlu seperti membaca Al Quran atau hadis atau masuk ke dalam masjid Maka menurut pendapat yang ashah, itu itu belumlah mencukupi.

Bagi orang yang terus menerus berhadast seperti orang yang selalu mengeluarkan air kencing kentut, atau perempuan “musthahadhah” (yang selalu mengeluarkan darah kotor yang bukan darah haid atau nifas) maka bagi mereka diperbolehkan untuk berniat agar diperbolehkan melakukan salat (istibahah As sholah) tanpa harus berniat untuk menghilangkan hadast.

Demikian menurut pendapat yang shohih, karena mereka selalu dalam keadaan hadast sehingga tidaklah cukup bagi mereka untuk menghilangkan hadas besar menurut pendapat yang shahih hadast tersebut sebenarnya memang tidak hilang.

Menurut pendapat yang shahih, jika seseorang berwudhu dan lupa membasuh sebagian kecil anggota yang wajib pada pasien pertama, kemudian dia membasuhnya pada basuhan kedua atau ketiga, maka hal itu sudah cukup baginya.

Menurut pendapat yang shahih, ini berbeda ketika orang yang bersangkutan lupa membasuh sebagian kecil anggota yang wajib pada wudlu yang diperbaharui. Hal ini tidak cukup Sebab Dia memperbarui wudlu (Tajdhidul wudlu) belum mencakup pada niat Fardlu.

Tidak seperti pada basuhan yang kedua dan ketiga yang hukumnya Sunnah. Sementara niat Fardhu wudlu tentu mencakup pada ketiga basuhan dalam berwudhu.

Syarat niat, dilakukan dengan hati. Maka seorang yang berwudhu harus berniat dengan hatinya karena niat berarti “menyengaja”.

Dan disyaratkan pula untuk melakukannya secara beriringan dengan basuhan pertama pada wajah. Dan menurut pendapat yang ashah diperbolehkan bagi seorang yang berwudhu untuk membagi niat pada anggota tubuhnya yang lain.

Disunahkan pula mengucapkan niat dengan lisan. Hal ini dilakukan untuk membantu hati. Dan disunnahkan pula mengikrarkan niat pada permulaan wudhu. Wajib mengiringkan niat dengan basuhan pertama pada bagian wajah.

Jika orang yang bersangkutan berniat ketika dia membasuh wajahnya saja hal itu sudah cukup baginya.

Akan tetapi jika dia tidak mendapatkan pahala dari Semua amalan yang telah dikerjakan sebelum mencuci wajah seperti berkumur, memasukkan air kedalam hidung (Isytinsyaq), doa membasuh telapak tangan.

Jika seseorang ingin melakukan sunnah saja cukuplah baginya untuk berniat dengan niat agar salatnya sah.

2# Membasuh wajah
Membasuh wajah merupakan rukun zohir yang pertama dalam wudlu. Dasarnya adalah Firman Allah di dalam Al Quran:

“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah wajahmu “ (QS AL Maidah 5:6)

Dalam membasuh wajah ini wajib meratakan air ke seluruh anggota wajah atau bagian-bagian wajah.

Batasan wajah adalah daerah muka yang terletak antara tempat tumbuhnya rambut kepala atau dari permulaan bagian depan wajah hingga bagian bawah dagu atau bagian akhir wajah. Untuk ukuran panjang, dan daerah muka yang terletak antara dua telinga untuk ukuran lebarnya.

Sebenarnya yang dimaksud wajah adalah bagian yang menghadap ke muka dan ukuran tersebut berada pada posisi Muwajjahah (untuk berhadapan). Bagian bawah dagu atau bagian akhir bawah dua jenggot adalah 2 tulang tempat tumbuhnya gigi bagian bawah yaitu tulang rahang bagian bawah.

Wajah yang mencakup daerah ghamam (tempat tumbuhnya rambut di dahi), bulu mata (bulu bulu yang tumbuh di atas kelopak mata), alis dan pipi.

Dan juga termasuk wajah adalah bagian putih antara wajah dan telinga dan Al Anfaqah (rambut yang tumbuh tepat di bawah bibir bagian bawah) yang mencakup rambut dan kulit pada bagian tersebut, meskipun bulu Rawis itu lebat.

Karena sebenarnya hal tersebut dari jarang ditemukan maka ia disamakan dengan yang umum saja.

Juga termasuk bagian dari wajah adalah kumis, pipi, rambut jenggot dan bulu pipi. Jika jenggot dan bulu pipi tumbuh tipis maka wajib untuk membasuh seluruh bagian luar dan bagian dalamnya sebagaimana hanya bulu mata.

Tapi jika rambut yang tumbuh di daerah tersebut lebat maka cukupdi basuh bagian luarnya saja.

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari bahwa suatu ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam berwudhu dengan mengambil air di tangan dan kemudian menggunakan air itu untuk membasuh wajahnya. Dan dengan jenggot beliau yang sangat lebat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam hanya membasuh bagian luarnya saja. Hukum menyela-nyela jenggot yang lebat dengan jari adalah sunnah.

Rambut yang lebat adalah rambut yang menutupi kulit ketika berhadapan dengan orang lain. Berbeda dengan rambut yang tipis adapun yang dimaksud dengan “tulang pipi” adalah bagian wajah yang berada sejajar dengan telinga dan hukumnya sama dengan jenggot pada semua yang telah disebutkan di atas.

An Naz’atan (dua sisi dahi yang tidak berambut dan berada di ubun-ubun bagian depan kepala) dan At-tahdzif (2 tulang yang berada dibawah telinga yang bertemu dengan rambut pipi) bukan termasuk bagian wajah karena keduanya merupakan bagian dari kepala. An Naz’atan berada pada perbatasan lingkar kepala.

Jumhur ulama Syafi’iyah membenarkan bahwa daerah At-tahdzif adalah bagian dari kepala sebagaimana pendapat Imam Nawawi dalam Al Minhaj.

3# Membasuh kedua tangan sampai kedua siku-siku
Membasuh bagian ini juga mencakup Kedua telapak tangan dan kedua lengan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al Quran:

“Dan tangan kalian serta kedua siku” (QS Al Maidah 5:6)

Dalam mencuci tangan, hendaknya mencakup kedua siku atau daerah sekitar itu jika tidak memiliki siku tangan.

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan muslim dari Abu Hurairah radhiallahu Anhu ketika menerangkan sifat wudlu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa nabi berwudhu kemudian membasuh wajahnya, lalu menyempurnakan basuhannya.

Kemudian beliau membasuh tangan kanan hingga hampir mencapai bahu kemudian membasuh tangan kiri hingga hampir mencapai bahunya.

Diperkuat juga dengan sebuah hadist dari sahabat Jabir radhiallahu Anhu Dia berkata:

“Aku melihat Rasulullah mengalirkan air pada kedua siku” Dan diriwayatkan pula bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Wassalam mengalirkan air pada kedua siku tangannya. Jabir berkata “Allah tidak menerima salat seseorang kecuali dengan cara seperti ini”. Yang di maksud dengan Mirfaq adalah letak pertemuan tulang lengan dan bahu.

Hukum mengalirkan air pada rambut dan kulit tangan adalah wajib. Jika terdapat kotoran yang berada dibawah kuku kuku yang mencegah masuknya air pada kulit maka wudlunya tidak sah dan salatnya batal.

Jika seseorang memiliki jari tambahan atau daging tumbuh dia tetap wajib mencuci jari tambahan itu. Jika sebagian anggota tangan yang wajib dicuci terputus, wajib Membasuh anggota tubuh yang masih tersisa. karena “Sesuatu yang dimudahkan tidak dapat gugur oleh sesuatu yang sulit”. Karena Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Ketika aku memerintahkan kalian akan sesuatu lakukanlah perintahku itu semampu kalian”.

Menurut pendapat yang masyhur jika sebagian skuter putus tulang lengan hilang dan yang tersisa adalah 2 tulang yang biasa disebut sebagai ujung lengan maka hukum membacanya wajib karena bagian tersebut masih termasuk siku tangan.

Hal ini untuk menunjukkan bahwa bagian tersebut merupakan dua tulang majemuk dan tonjolan tulang yang masuk di antara keduanya bukan tonjolan tulang tunggal.

Jika sebagian tangan yang terletak di atas siku terputus maka disunahkan membasuh Adhud (bagian tubuh dari siku hingga bahu ( yang tersisa dengan tujuan agar tetap disucikan). Dan untuk memperpanjang Tahjil (Membasuh anggota tangan yang tidak wajib dibasuh), sebagaimana halnya pada tangan yang normal.

4# Mengusap sebagian kepala
Yang dimaksud dengan mengusap sebagian kepala adalah mengusap kulit kepala atau rambut yang tumbuh di kepala meskipun Hanya Satu helai rambut. Namun hendaknya perlu dijaga, agar rambut yang diusap bukan rambut yang memanjang keluar dari daerah kepala.

Sebab jika rambut yang diusap sudah keluar dari batasan kepala, maka usapan itu dianggap belum cukup. Sebagaimana halnya jika rambut yang diusap itu adalah rambut keriting yang jika diuraikan akan keluar dari batasan kepala.

Maka mengusapnya dianggap belum cukup. Dasar dari kesimpulan ini adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Dan usaplah bagian kepalamu” (QS Al Maidah 5:6)

Imam muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengusap ubun-ubun dan penutup kepala beliau. Persiapan sudah dianggap cukup jika dilakukan pada sebagian dari daerah kepala yang telah disebutkan di atas karena hal itu sudah mencakup pengertian mengusap.

Menurut pendapat yang asah bahasa kepala juga diperbolehkan karena sebenarnya kepala adalah mengusap kepala dengan tambah laguan basuhan.

Hal ini dianggap sudah cukup bagi orang yang wudlu. bahkan tindakan membasuh itulah yang lebih utama.

Diperbolehkan pula mengusap dengan cara meletakkan tangan yang sudah dibasahi air di atas kepala dengan tanpa meratakannya keseluruh daerah kepala. karena itu sudah sesuai dengan tujuan mengusap kepala itu membasahi kepala.

Imam nawawi menggunakan kata jawaz dalam hal ini untuk mengisaratkan bahwa membasuh kepala dalam perkara ini hukumnya tidak sunnah juga tidak Makruh.

5# Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
Membasuh kedua kaki dalam berwudhu harus dilakukan sampai mata kaki atau daerah sekitar itu jika seseorang tidak memiliki mata kaki.

Sebagaimana yang sudah diterangkan sebelumnya yang dimaksud dengan 2 mata kaki adalah dua buah tulang yang menonjol pada sendi pertemuan antara betis dan telapak kaki. Setiap kaki biasanya memiliki dua buah mata kaki.

Dan kedua mata kaki itulah yang harus dibasuh beserta sela-sela jari kaki dan bagian tambahan lain (daging tumbuh) jika memang ada, sebagaimana hanya hukum membasuh kedua tangan.

Dasar dari ketetapan ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-bukhari dari an-nu’man bin Basyir sesungguhnya nabi telah bersabda:

“Luruskanlah barisan kalian Kemudian saya melihat para sahabat merapatkan pundaknya pada benda lainnya dan merapatkan mata kakinya pada lainnya”.

Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang berbunyi:

“Dan (membasuh) kakimu beserta kedua mata kaki (QS al-maidah 5:6)

Orang yang berwudhu menghilangkan sesuatu yang terdapat di sela-sela kaki, seperti lilin dan minyak. Sebagaimana halnya kewajiban membersihkan kotoran yang berada di kuku yang dapat mencegah masuknya air. Jika sebagian telapak kaki terputus maka bagian lain yang masih tersisa tetap wajib dibasuh.

Tetapi jika bagian terputus berada di atas mata kaki maka tidak wajib untuk membasuh bagian yang tersisa itu dan hanya disunnahkan membasuh bagian yang tersisa sebagaimana keterangan yang telah dipaparkan di atas.

6# Tertib
Tertib artinya mengurutkan basuhan anggota wudlu sesuai dengan tata cara wudhu. Meskipun bersifat kira-kira.
Mengurutkan basuhan anggota wudhu hukumnya wajib karena Nabi Muhammad Shalallahu Wassalam selalu berwudhu dengan berurutan sesuai keterangan yang penulis sajikan diatas.

Jika orang yang berwudhu Membasuh anggota wudhu yang seharusnya dilakukan kemudian maka basuhannya Tidak dianggap sebagai wudhu alias harus mengulangi kembali.

Adapun yang dimaksud dengan “kira-kira” adalah seperti orang yang berwudhu dengan cara merendam seluruh tubuhnya di dalam air (menyelam). Wudlu orang tersebut tetap dianggap sah.

Meskipun tidak memungkinkan baginya melakukan urutan-urutan wudhu atau lupa Membasuh anggota tubuh yang sebenarnya bukan anggota wudhu. Karena dengan melakukan itu dia sudah dianggap menjalankan tartib wudlu. Meskipun dengan kira-kira dalam waktu sesaat yang tidak dapat diukur.

Akan tetapi jika orang yang merendam itu membasuh bagian bawah anggota wudhu sebelum dia membasuh bagian atas anggota wudhu, wudlunya dianggap belum cukup. karena tidak mengikuti tertib wudlu.

Imam Nawawi berkata jika orang yang sedang berhadas mandi menurut pendapat yang ashah, dan mungkin baginya menjalankan tartib wudlu secara kira-kira dengan cara membenamkan seluruh tubuhnya ke air, wudlunya seperti itu sah meskipun dia tidak terendam di dalam air, karena dia sudah menjalankan tertib wudhu.

Bagi orang yang selalu berhadas, wajib melakukan muwalah (menyinambungkan dua amalan tanpa jeda panjang) dalam berwudhu. Orang yang selalu berhadas juga harus menyinambungka antara istinja’, menjaga kesuciannya dan salat.

Hal ini bertujuan agar orang tersebut dapat meredam terjadiny hadas selagi dia mampu melakukannya.

Selama berwudlu, kita wajib untuk selalu menyertakan niat wudhu dan tidak boleh meninggalkan niat sebelum wudhu selesai.

Misalnya dengan melakukan sesuatu yang dapat menggugurkan niat, seperti murtad atau memutus wudlu.

Jika kita melakukan hal itu maka kita wajib memulai wudlu dari tata cara wudhu awal dengan niat yang baru.

Jika kita berhadas di tengah-tengah wudhu atau memutus wudhu, kita mendapatkan pahala atas amalan yang telah kita lakukan. Jika pemutusan itu memang dilakukan karena adanya halangan.

Tapi jika pemutusan itu dilakukan tanpa adanya halangan, kita tidak akan mendapatkan pahala apa-apa.

Syarat-syarat wudlu

Tahukah anda, bahwa wudlu itu bukan hanya membersihkan dan bersuci sesuai Tata cara wudhu. Tetapi merupakan ibadah yang akan diberi pahala jika dilakukan oleh seorang muslim.

Keutamaan wudhu sangatlah besar, karena salat hanya bisa sah apabila suci. Dan suci itu dilakukan dengan cara wudlu. Allah telah berfirman di dalam Al Quran :

“Dan bersihkanlah pakaianmu” (QS Al Mudatsir 74: 4)

Badan dan tempat sama seperti baju yang wajib dibersihkan agar tujuan salat tercapai dan selaras dengan keutamaan dan faedah salat tersebut.

Wudlu memiliki 6 syarat sebagaimana syarat-syarat mandi yaitu:

Pertama, Islam. Tidak sah wudlu jika dilakukan oleh orang non muslim. Karena wudlu adalah ibadah dan Islam merupakan syarat diterimanya sebuah ibadah dan amalan-amalan.

Kedua, tamyiz. Tidak sah wudlu jika dilakukan oleh seseorang yang belum mumayyiz. Mumayyiz itu anak yang berusia dibawah 7 tahun karena anak seusia itu belum matang akalnya.

Ketiga, kesucian wudlu. Tidak boleh wudlu dilakukan dengan menggunakan air yang najis atau air yang terkena najis. Sebagaimana tindakan menghilangkan najis yang tidak boleh dilakukan dengan menggunakan air najis atau yang terkena najis.

Keempat, tidak adanya penghalang yang terindera, seperti kotoran. Karena orang yang berwudhu meratakan air pada seluruh bagian kulit pada anggota wudlu. Hal lain terkandung dalam syarat ini adalah kewajiban membersihkan kulit dari segala sesuatu yang dapat menghalangi persentuhan air dengan kulit.

Kelima, tidak penghalang syari’. Seperti haid atau nifas. Wudlu tidaklah sah hukumnya apabila dilakukan dalam kondisi tersebut. Hal lain yang terkandung dalam syarat ini adalah bersihnya seseorang dari haid dan nifas.

Keenam, Masuk waktu salat bagi orang yang memiliki undzur atau dalam keadaan darurat atau seseorang yang terus-menerus berhadast seperti perempuan Mustahadhah, orang yang terus-menerus kencing, orang yang terus-menerus kentut dan lain sebagainya.

Disamping keenam syarat tersebut di atas, masih terdapat lima syarat lain yang masih berhubungan dengan syarat-syarat tersebut yaitu:

1 mengetahui kewajiban wudlu

2 tidak meyakini bahwa sebuah fardhu wudlu sebagai sunnah

3. Tidak berwudlu pada anggota tubuh yang mengubah air

4. Tidak menggantungkan niat

5. Mengalirkan air pada anggota wudlu

Sunnah Sunnah wudlu

Setelah kita mempelajari tentang rukun wudhu, tata cara wudhu dan hal-hal yang terkait dengan wudlu. Sekarang kita akan membahas tentang sunah-sunah.

Tahukah anda bahwa sunnah wudhu itu ada 13 perkara:

1. Mengucapkan Basmalah sebelum berwudlu. Bunyi kalimat Basmalah adalah bismillah atau Bismillahirrohmanirrohim Imam Al Baihaqi telah memberitakan bahwa Ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam meletakkan kedua tangan Beliau ke dalam sebuah wadah selalu berkata kepada para sahabat berwudhulah dengan membaca basmalah dan dalam hadits yang lain dikatakan bahwa “Setiap perbuatan baik yang tidak dimulai dengan basmalah akan hilang berkahnya” (Arbain Nawawi).

Hukum mengucapkan Basmalah sebelum wudlu adalah sunnah muakkad tetapi imam Ahmad berpendapat bahwa hukum membaca Basmalah sebelum berwudhu adalah wajib.

Jika seseorang lupa Mengucapkan Basmalah di awal wudhu maka disunnahkan baginya untuk mengucapkan Basmalah ketika dia ingat. Sebagaimana halnya sunnah baca Basmalah ketika hendak makan.

Menurut pendapat yang Rajih, sunnah hukumnya mengucapkan Basmalah Ketika seseorang sengaja untuk tidak mengucapkannya.

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi bahwa Nabi Muhammad bersabda “Apabila salah satu dari kalian makan maka ucapkanlah Basmalah. Dan bila dia lupa membacanya di awal makan maka bacalah ketika mengingatnya dengan bacaan bismillah awwalahu wa akhirahu.”

Dalam hal ini wudlu dianalogikan dengan makan. Kondisi lupa dianalogikan dengan kondisi ingat. Minum dianalogikan dengan makan.

Dengan demikian bisa di simpulkan bahwa sunnah membaca basmalah dipertengahan suatu pekerjaan baik disengaja maupun lupa tidak membacanya di awal dengan menyertakan ucapan “Bismilahi awaluhu waakhiruhu.”

Sunnah membaca Ta’awudz sebelum berwudhu dengan doa “Alhamdulillahilladzi ja’ala ma’an thohuron (segala puji bagi dzat yang telah menjadikan air dalam keadaan suci).

2. Membasuh Kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air dan sebelum membasuh muka.

Bila orang yang berwudhu menyakini atau meragukan kesucian kedua tangannya, dia tidak tahu apa yang terjadi pada kedua tangannya selama dia tidur. Maka makruh mencelupkan Kedua telapak tangan itu ke dalam wadah air yang tidak mencapai 2 kulah sebelum membasuhnya 3 kali.

Namun bila dia meyakini kesucian kedua tangannya mencelupkan tangan ke dalam wadah air sedikit tersebut tidak di makruhkan. bahkan disunnahkan karena mengikuti sunnah nabi Muhammad.

3. Bersiwak dengan benda yang kasar. Menurut pendapat yang ashah tidak sunnah bersiwak dengan menggunakan jari-jari karena jari-jari bukan termasuk siwak.

Disunnahkan bersiwak ketika hendak salat, walau salat sunnah atau karena aroma mulut yang tidak sedap yang disebabkan oleh tidur, makan, lapar, diam yang lama, banyak bicara atau lain sebagainya.

Dalam Kitab Shahih al-bukhari dan Shahih Muslim disebutkan “Apabila Nabi Muhammad bangun tidur, beliau menggosok giginya dengan Siwak”

Para ulama menganalogikan kondisi Selain tidur dengan tidur asalkan ada persamaannya yaitu aroma mulut yang tidak sedap. Hukum bersiwak adalah sunnah muakkad sebagaimana penjelasan yang telah lalu.

Sunnah muakkad pula hukumnya bersiwak ketika hendak membaca Al Quran , membaca hadist atau ilmu syariat, hendak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala,hendak tidur atau bangun tidur, hendak masuk rumah, ketika sakaratul maut karena siwak membantu keluarnya ruh dengan cara mudah dan ringan, ketika hendak sahur dan makan, setelah sholat witir, sebelum tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa sebagaimana hukum sunnah memakai wewangian sebelum ihram.

Tidak makruh bersiwak kecuali bagi orang yang berpuasa setelah tergelincir matahari ataupun puasa yang dilakukan adalah puasa sunnah.

Dalam Shahih al-bukhari dan Shahih Muslim dikatakan “Aroma tidak sedap mulut orang yang berpuasa jauh lebih harum di sisi Allah daripada minyak kasturi” hadits ini menunjukkan pada bau mulut setelah tergelincir matahari. Disunnahkan untuk membiarkan bau tidak sedap mulut tersebut dan makruh menghilangkannya.

Kemakmuran itu terus berlaku sampai matahari terbenam karena waktupPuasa sudah berlalu. Imam Ahmad mewajibkan siwak sebelum tidur pada malam hari dan tidak mewajibkan pada saat sebelum tidur siang karena mengacu pada hadis Nabi Muhammad yang berbunyi “…… di mana tangannya bergerak pada malam” HR Malik, Syafi’i, Ahmad dan penulis Kitab Hadis yang 6.

Dari Abu Hurairah dengan redaksi sebagai berikut “Apabila Salah satu kalian bangun tidur hendaknya tidak memasukkan kedua tangannya ke dalam wadah berair sebelum membasuh sebanyak 3 kali , karena kalian tidak tahu apa yang dilakukan oleh kedua tangan kalian ketika kalian tidur.”

4. Madhmadhah (berkumur kumur)

5. Istinsyaq (menghirup air dengan hidung lalu menyembrukannya)

Kedua hal ini adalah sunnah berdasarkan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sabda beliau yang berbunyi “Madhmadhah dan Istinsyaq adalah salah satu sunnah dari 10 sunnah (HR muslim)

Menurut pendapat yang rajih mendahulukan berkumur daripada menghirup air adalah syarat mendapat pahala sunnah. Berbeda dengan Imam Ahmad yang berpendapat bahwa kedua itu hukumnya wajib bagi orang yang wudhu.

Madhmadhah dan Istinsyaq mengandung pahala yang besar sekali. Imam muslim meriwayatkan bahwa “Tidak ada dari kalian yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berwudhu lalu berkumur dan menghirup air lalu mengeluarkannya kecuali dosa-dosanya akan ikut runtuh mengikuti air yang keluar itu”

Menurut pendapat Profesor Doktor Wahbah Az Zuhaili, memisah antara Madhmadhah dan Istinsyaq itu lebih utama. Hal ini mengacu pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud.

Menurut pendapat yang ashah hendaknya berkumur dilakukan dengan sekali cidukan untuk digunakan berkumur 3 kali. Kemudian dilanjutkan dengan cidukan lain untuk istinsyaq tiga kali. Dianjurkan pula untuk melakukan mubalaghoh (melebih-lebihkan) dalam Madhmadhah dan Istinsyaq bagi orang yang tidak sedang puasa.

Namun pendapat bahwa yang lebih utama adalah mengumpulkan keduanya dalam tiga kali cidukan air. Keduanya dilakukan dalam tiap-tiap cidukan. Hal ini berdasarkan sebuah hadis shahih yang berisi keterangan tentang hal ini.

Sementara itu tidak ada satu pun yang menjelaskan sunnahnya memisahkan antara Madhmadhah dan Istinsyaq. Pendapat ini juga Senada dengan pendapat Ibnu Sholah yang ada di dalam kitab Al Majmu’ Syarah Muhadzab yang ditulis oleh Imam Nawawi.

6. Mengusap kepala dengan air hingga merata

Sunnah mengusap kepala sampai merata dengan air karena Nabi Muhammad melakukannya sebagaimana yang dimuat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan sekaligus untuk menghindari perbedaan para ulama berkenaan dengan masalah ini.

Imam Malik dan Imam Hambali menyatakan bahwa mengusap seluruh kepala dalam berwudhu hukumnya wajib.

Adapun tata cara yang disunnahkan ketika mengusap kepala adalah dengan memulai usapan dari kepala bagian depan, jari telunjuk dipertemukan dengan jari telunjuk lainnya, sementara kedua ibu jari dimasukkan ke dalam lipatan-lipatan telinga.

Kemudian tangan digerakkan merata sampai kepala bagian belakang kemudian digerakkan kembali lagi ke bagian depan tempat wisata sebelum yang dimulai.

Hal ini perlu dilakukan apabila orang yang berwudhu mempunyai rambut yang tebal tujuannya agar air wudlu dapat membasahi sampai ke bagian dasar rambut kepala (kulit kepala).

Akan tetapi tindakan mengusap ulang sampai kepala bagian depan tempat memulai usapanya tidak perlu dilakukan jika yang bersangkutan punya rambut yang tidak tebal.

Jika orang yang berwudhu enggan melepaskan surban atau tutup kepala yang dipakai maka diperbolehkan baginya mengusap sebagian kepala yang kemudian disempurnakan dengan mengusap surban yang sedang dipakai. Yang paling afdhol dalam masalah ini adalah mengusap tidak kurang dari batas ubun-ubun karena Nabi Muhammad mengusap ubun-ubun dan serbannya.

7. Mengusap kedua telinga

Mengusap 2 telinga pada bagian luar dan dalam dengan menggunakan air yang baru adalah sunnah

8. Menyela-nyela jenggot yang tebal jari-jari tangan dan kaki

Ibnu Abbas menceritakan bahwa setiap kali Nabi Muhammad SAW wudlu, beliau selalu menyela-nyela jenggotnya yang mulia dengan jemari jemarinya dimulai dari bawah(HR Ibnu Majah).

Dia juga berkata bahwa Nabi Muhammad selalu menyela jenggotnya. Nabi Muhammad pernah bersabda “Apabila kalian berwudhu selalah kedua tangan dan kedua kaki kalian”.

Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits yang menurutnya shohih yang berbunyi “Nabi Muhammad menyala-nyala jenggotnya”.

9. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan atas anggota tubuh yang kiri

Sunnah mendahulukan anggota tubuh yang kanan atas anggota tubuh yang kiri bagi setiap anggota untuk yang berpasangan.

Tidak disunahkan membasuh secara bersamaan seperti membasuh kedua tangan dan kedua kaki.

Abu Hurairah memberitahukan “Apabila berwudhu mulailah dengan anggota tubuh sebelah kanan” (HR Ibnu khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Nabi Muhammad suka memulai setiap pekerjaan mulia dengan anggota kanan. Sebagaimana yang termaktub di dalam hadis yang lalu, seperti mandi, berpakaian, setelah memotong kuku potong kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, bersiwak, masuk masjid, tahallul (keluar dari salat) keluar dari kamar mandi, makan, minum, bersalaman, menyentuh Hajar Aswad, menyentuh rukun Yamani mengambil sesuatu, memberi sesuatu.

Sebaliknya, disunnahkan memulai sesuatu yang kurang baik dengan tangan kiri. Seperti masuk kamar mandi, istinja, berdahak, melepas pakaian dan membuang kotoran.

Dan sunnah membasuh anggota secara bersamaan seperti membasuh kedua telinga, ketua pipi dan Kedua telapak tangan. Dalam hal ini tidak senang mendahulukan anggota badan kecuali jika salah satu anggota tidak ada.

10. Menyempurnakan (Al Ghurrah) batas-batas anggota muka yang dianjurkan dibasuh dan At Tahjil (batas-batas Anggota kedua tangan dan kedua kaki yang dianjurkan untuk dibasuh).

11. Muwalah (menyegerakan membasuh anggota sebelum anggota yang telah dibasuh menjadi kering di antara dua anggota yang dibasuh)

12. Menghindari meminta bantuan untuk menuangkan air selama tidak ada halangan

13. Berdoa Setelah wudhu

Setelah wudhu kita disunnahkan untuk berdoa. Adapun bunyi doa itu adalah sebagai berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لآّاِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Asyhadu allâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîka lahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhû wa rasûluhû, allâhummaj’alnî minat tawwâbîna waj’alnii minal mutathahhirîna.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci (shalih).” (Dari hadits riwayat Imam Muslim dan Imam at-Tirmidzi)

Berkenaan dengan membaca doa ketika membasuh setiap anggota wudhu sebenarnya tidak pernah ada Dasar atau dalil yang menjelaskan kesunahan amalan tersebut.

Imam Rafi’i menganjurkannya karena itu termasuk tradisi yang telah dilestarikan oleh Salafus Shalih. Sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat boleh membaca doa ketika Membasuh anggota wudhu namun hal itu tidak disunnahkan.

Demikian pembahasan tentang Tata Cara Wudhu Yang Benar yang bisa penulis sajikan ke hadapan Pembaca sekalian. Semoga bermanfaat.