Surrogate mother atau ibu pengganti adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang wanita yang membawa dan melahirkan seorang anak untuk pasangan lain yang tidak dapat memiliki anak secara alami. Praktik ini seringkali memunculkan banyak pertanyaan etis dan hukum, terutama di berbagai negara yang memiliki peraturan yang berbeda terkait dengan penggunaan ibu pengganti. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi definisi surrogate mother, hukum di Indonesia terkait praktik ini, serta beberapa contoh kasus yang terjadi.

Definisi Surrogate Mother

Surrogate mother adalah wanita yang setuju untuk membawa dan melahirkan seorang anak atas nama pasangan lain atau individu yang tidak dapat memiliki anak secara alami. Ada dua jenis surrogate mother:

  1. Traditional Surrogacy: Dalam tradisi ini, ibu pengganti menggunakan sperma sendiri atau sperma dari donor untuk dibuahi, sehingga ia juga menjadi ibu biologis anak yang dilahirkan.
  2. Gestational Surrogacy: Dalam jenis ini, ibu pengganti hanya bertindak sebagai tempat berkembang biak bagi embrio yang dibuahi secara in vitro (IVF) dari orang tua genetik, sehingga ia tidak memiliki hubungan genetik dengan anak yang dilahirkan.

Hukum di Indonesia tentang Surrogate Mother

Di Indonesia, hukum tentang surrogate mother masih menjadi perdebatan yang kompleks dan belum ada regulasi yang jelas terkait praktik ini. Secara hukum, surrogate mother masih dianggap ilegal dan dianggap melanggar ketentuan hukum tentang adopsi dan perwalian. Sejak 2014, Pemerintah Indonesia bahkan melarang praktik IVF untuk pasangan yang tidak dapat memiliki anak secara alami, yang mengakibatkan semakin sulitnya akses bagi pasangan yang ingin menggunakan surrogate mother.

Contoh Kasus Surrogate Mother

  1. Baby Gammy (Australia): Pada tahun 2014, seorang wanita asal Thailand bernama Pattaramon Chanbua menjadi sorotan media setelah melahirkan bayi kembar untuk pasangan Australia. Salah satu bayi, yang kemudian dikenal sebagai Gammy, memiliki sindrom down. Kontroversi muncul ketika pasangan tersebut hanya membawa pulang bayi sehat tanpa membawa pulang Gammy. Kasus ini menggugah perhatian dunia dan memicu diskusi tentang etika dan tanggung jawab dalam surrogate motherhood.
  2. Baby M (AS): Pada tahun 1986, kasus Baby M menjadi sorotan di Amerika Serikat. Seorang wanita bernama Mary Beth Whitehead setuju untuk menjadi ibu pengganti bagi pasangan William dan Elizabeth Stern. Namun, setelah melahirkan bayi, Whitehead menolak untuk melepaskan hak orang tua biologisnya. Kasus ini berujung pada pertempuran hukum yang panjang, dan akhirnya hak asuh atas anak diberikan kepada pasangan Stern.
  3. Theresa Erickson (AS): Seorang pengacara fertilitas terkenal, Theresa Erickson, dinyatakan bersalah pada tahun 2011 karena terlibat dalam skema illegal surrogate motherhood di Amerika Serikat. Erickson mengakui bahwa ia telah mempromosikan dan memfasilitasi pembuatan anak di luar negeri untuk pasangan yang ingin memiliki anak.

Kesimpulan

Surrogate motherhood adalah praktik yang kompleks dan kontroversial, terutama karena melibatkan berbagai isu etis, moral, dan hukum. Di Indonesia, surrogate motherhood masih dianggap ilegal, dan belum ada regulasi yang jelas terkait praktik ini. Contoh-contoh kasus seperti Baby Gammy, Baby M, dan Theresa Erickson menjadi bukti bahwa surrogate motherhood seringkali melibatkan berbagai konsekuensi dan pertikaian hukum. Sebagai individu yang terlibat dalam proses ini, penting untuk memahami implikasi moral, etis, dan hukum yang terlibat dalam keputusan untuk menggunakan surrogate mother.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *